Mudzakarah ini hanya bersifat imaginer, antara Ustadz Aswaja dengan Raja Saudi Arabia, Abdullah bin Abdul Aziz.
_______________________________Ustadz Baba Naheel: “Anda dan rakyat Anda telah sia-sia dan tabdzir atas perayaan ‘Yaumul Wathan’ yang Anda gelar setiap bulan Dzul Qa’dah itu.”
Raja Saudi: “Oh ya tidak. Itu adalah perayan hari nasional. Momen ini harus diperingati. Itu adalah perayaan kemenangan, kita harus senang bahagia dan gembira atas semua ini. Jadi itu semata-mata hanyalah bentuk syukur kami kepada Allah atas kenikmatanNya yang telah dianugerahkan kepada negara kami. Jadi sekali lagi ini bentuk atau ekspresi rasa syukur kami. Allahu Musta’an.”
Ustadz Baba Naheel: “Tapi hal ini adalah perkara baru dalam Islam. Nabi dan para sahabatnya tidak mencontohkan akan hal ini. Anda dan rakyat Anda telah mengada-ngada! Ketahuilah wahai Raja, Rasulullah dan para sahabatnya dulu telah berhasil merebut kembali Tanah Suci Makkah pada tahun 8-9 H dan mereka tidak merayakannya di setiap tahunnya? Padahal faktor dan sarananya ada dan juga mendukung? Dan faktor pencegahnya tidak ada? Jika hal ini baik tentu mereka akan lebih awal melakukannya. Allahu Musta’an.”Raja Saudi: “Ketahuilah wahai Tenaga Kerja Indonesia (TKI), ini bukan perkara agama atau ibadah atau syariat. Akan tetapi perayaan atau peringatan ini hanyalah perkara dunia dan bukan dijadikan sebagai media taqarrub kepada Allah. Jadi urusan dunia tidak harus meniru sama dengan Rasulullah. Allah yahfadz!”
Ustadz Baba Naheel: “Loh bukannya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang patut ditiru? Yah kalau begitu Anda terkena pasal ‘Tasyabbuh’ Tuan Raja. Yakni mirip sama atau meniru dengan tradisi Negara-negara kafir atau orang kafir yang sama-sama mempunyai perayaan atau peringatan hari nasional. Saya sarankan hentikan saja perayaan Yaumul Wathan ini selamanya. Kita ini negara tauhid dan tidak latah meniru-niru kebiasaan atau tradisi orang orang kafir.”
_______________________________
Raja menolak saranku. Raja tetap menjadikan Yaumul Wathan sebagai pesta rakyatnya. Dan akupun ikut merayakannya.
“Toeet… tuiiiittt..!” Tiup terompetnya.
“Brum brum brummm…!” Konvoi mas akhi.
“Duaarrrr… dieeerrrr… cettaaarrr…” Petasan dan kembang api menghiasi langit.
Dan pesta pun berlangsung meriah di sebuah lapangan pusat ibu kota. Tari-tarian khas Arab menggoyang pentas raksasa. Angkat pedangnya. Salam sejahtera untukmu wahai raja dan kerajaannya. Semoga Allah menjagamu selalu.
#Maulid Nabi itu bid’ah. Setiap bid’ah adalah sesat. Dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. Jadi rumus yang dipakai Salafi-Wahabi adalah: Maulid Nabi = Bid’ah = Sesat = Neraka.