Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits
  • Home
  • Menu
  • Menu 1
  • Menu 2
  • Menu 3
Beranda » MEMBONGKAR KEDUSTAAN ULAMA WAHABI » Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul hakim bin amir abdat II

Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul hakim bin amir abdat II

Menurut pengarang (buku Sholat seperti Nabi 
saw yaitu Hasyim bin Ali as Saqqaf): 
pendapat orang mengenai Syarik tampaknya 
hanya berkaitan dan didasarkan kepada 
masalah tersebut. Demikian pula mengenai 
tasyayyu’ (kesyi’ahan)-nya. Tapi itu tidak 
menjadi cela atau aib. Silakan kembali melihat 
Risalah al-’Atb al-Jamil ‘ala Ahl al-Jahr wa at- 
Tahdil karangan Sayyid Muhammad in ‘Aqil, 
supaya Anda mengetahui upaya tajrih (mencari 
kesalahan) para periwayat hadist dengan 
(sebab) tasyayu’ dan memahaminya secara 
baik. 
Bagaimanapun, para Imam menganggap bahwa 
syariq itu tsiqah (dapat dipercaya). Berikut 
komentar sebagian imam mengenai Syariq: 
Ibnu Mu’in mengatakan bahwa Syarik itu 
tsiqoh-tsiqoh (sangat terpercaya). Ibn Sa’id 
menilai,” Syarik itu tsiqoh dan bagus hadis 
(pembicaraannya).” Ibn Hibban dan Ibn 
Syahin pun menganggapnya tsiqoh. Sementara 
menurut penilaian Abu Dawud, Syariq itu 
tsiqoh yukhtu’tu (terpercaya, tetapi suka salah 
dalam meriwayatkan hadist). 
Ibn ‘Adi menilai,”Umumnya hadist Syarik itu 
shahih dan adil (shahihah wa al-istiwa). Aib 
(nakrah) yang menimpa hadistnya itu timbul 
akibat hafalannya yang buruk. Ia tidak pernah 
sengaja melakukan sesuatu dalam periwayatan 
hadistnya yang mengakibatkan kedhaifan 
hadistnya.” 
Kejelekan hafalan itu terjadi setelah ia 
mengurus al-qadha’ (menjadi hakim peradilan). 
Sementara Yazid bin Harun meriwayatkan 
hadist dari Syarik itu sebelum ia memangku 
jabatan tersebut. Jadi hadist dari Syarik 
tersebut Shahih 
Imam al-Hafizh Ibn al-Mundzir dalam al- 
Ausath (III:166) mengatakan,” Hadist Wa’il 
bin Hur itu tsabit (kuat) dan atas dasar hadist 
itu pula kami berpendapat 
Imam at-Turmudzi-semoga Allah 
merahmatinya- berkata,”Untuk mengamalkan 
hadist tersebut- menurut kebanyakan ahli ilmu 
– hendaklah seseorang meletakkan kedua 
lututnya sebelum tangannya. HR Abu Dawud 
(I:222 no 839) dan Ibn al-Mundzir dalam al- 
Awsath (III:166). Hadist tesebut hasan. 
Bahkan, karena banyak penguatnya, nilainya 
menjadi shahih. 
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa 
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam 
bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian 
sujud, maka janganlah berderum (berlutut) 
seperti unta. HR Abu Dawud (I:222 no 840) 
An-Nasai (II:207) dan yang lainnya. Hadist 
tersebut shahih. Dalam hadist itu ada 
tambahan yang dhaifah, bahkan batilah 
(salah), yaitu pada akhirnya: walyadha’ 
yadaihi qabla rukbataihi (hendaklah meletakkan 
kedua tangannya sebelum lututnya). Penggalan 
hadist tersebut hanya diriwayatkan (tafarrud) 
‘Abdal ‘Aziz bin Muhammad ad-Darawardi; 
dan ia orang yang dhaif (lemah). Apalagi 
perawi lain yang mengikutinya-menurut 
riwayat Abu Dawud (no 841) dari perawi 
lainnya – tidak menyebutkan penambahan 
tersebut. 
Meskipun Ad-Darawardi termasuk perawi 
dalam sanad Imam Muslim, tetapi ia suka 
ragu-ragu (meragukan) jika menghadistkan 
dari hafalannya. Hal ini seperti diakui Imam 
Ahmad bin Hanbal. Ia menambahkan, bahwa 
ad-Darawardi itu laisa bi syaiin (bukan apa- 
apa), dan sesungguhnya jika meriwayatkan 
hadist dari hafalannya, ia (suka) melakukan 
kebatilan-kebatilan. 
Penilaian berikut ini tersamuk sebagian 
kejelekannya. Abu Hatim mengatakan bahwa 
ad-Darawardi tidak dapat dijadikan hujjah. 
Abu Zarah mengatakan bahwa ia jelek 
hafalannya. Imam Ahmad juga menilai,”Ia 
suka membaca dari kitab-kitab orang lain dan 
salah; mungkin ia membalikkan (mengubah) 
hadist Abdullah bin Umar ra, maka ia 
meriwayatkannya (dengan menyebutkan) dari 
Ubaidillah bin Umar ra. 
An Nasai juga mengatakan bahwa ia tidak 
kuat. Ibn Sa’d berkata,”Ia tsiqoh dan banyak 
meriwayatkan hadist, tapi suka salah. Atas 
dasar itu, maka al-Bukhori tidak meriwayatkan 
hadistnya, kecuali jika diikuti perawi yang 
lainnya.” Sebetulnya masih banyak lagi 
pendapat dan penilaian yang lebih daripada itu. 
Maka tidak perlu diragukan lagi bahwa 
penambahan, “hendaklah meletakkan kedua 
tangan sebelum kedua lutut” tersebut adalah 
batil. 
Sedang apa yang dikomentari oleh al-Bukhori 
bahwa Ibn Umar ra pernah meletakkan kedua 
tangannya sebelum kedua lututnya, adalah 
tidak sah. Sebab pada sanadnya ada ad- 
Darawardi yang menyatakan bahwa, ia 
meriwayatkan dari Ubaidillah bin Umar. Para 
ahli hadist teah membicarakan periwayatannya 
dari ad-Darawardi mengenai hadist tersebut. 
Dan itu termasuk riwayat yang mengandung 
keraguan, seperti dijelaskan pada al-Fath al- 
Bari karangan Inb Hajar Al-Asqalani (II:291) 
yang dikutip dari Al-Baihaqi. Apalagi riwayat 
dari Ibn Umar sendiri menyatakan 
kebalikannya. Hanya Allahlah yang memberi 
hidayah kepada kita. 
Dalam mendirikan shalat, kita dilarang 
menyerupai binatang, sebagaimana telah 
dikemukakan lewat beberapa hadist shahih 
mengenai itu. Semua orang yang berakal 
mengetahui secara pasti, bahwa jika untuk 
berlutut atau berderum, ia mendahulukan 
melipat kedua tangannya (kaki depannya), lalu 
turun merendahkan badannya dengan bertumpu 
pada tangannya itu, sementara kaki 
belakangnya tetap tegak untuk kemudian 
diturunkan. Sedangkan orang yang 
melaksanakan shalat terlebih dahulu harus 
melipat kedua kakinya sambil turun ke bumi 
(tempat sujud) kemudian meletakkan 
tangannya. Hal itu tentunya merupakan 
sesuatu yang sangat mudah dilakukan dan 
tidak memerlukan pemikiran yang panjang. 
Demikianlah sunnah Nabi Muhammad 
shalallahu ‘alaihi wa salam yang benar. 
Imam An-Nasai – semoga Allah 
merahmatinya- dalam sunannya juga 
menggunakan hadist tersebut. Bahkan ia 
menuliskan satu bab khusus mengenai itu 
dengan judul: “Bab Cara Merunduk Untuk 
Sujud.” Ia menggunakan dalil dengan 
keumuman hadist Hakim, yang mengatakan,” 
Aku membaiat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa 
salam untuk tidak merunduk, kecuali sambil 
berdiri.” (HR An Nasai (II:205) dan hadist 
tersebut shahih 
Merunduk seperti itu hanya akan sempurna 
dengan lutut terlebih dahulu. Turun ketika 
sujud dengan mendahulukn lutut sebelum 
tangan telah dilakukan oleh para sahabat mulia 
dan para tabiin dari kalangan ulama salaf. 
Antara lain diriwayatkan dari al-Aswad an- 
Nakhai ra. Ia mengatakan bahwa Umar bin al- 
Khattab ra turun untuk sujud dengan 
mendahulukan lututnya. (HR In Abi Syaibah 
dalam al-Mushannaf-nya (I:294 no.3 Cet. 
Dar al-Fikr) dengan sanad yang shahih. 
Diriwayatkan dari Abdullah bin Muslim bin 
Yasar ra bahwa jika ayahnya sujud, ia 
meletakkan kedua lututnya, kemudian kedua 
tangannya, lalu kepalanya. (HR Ibn Abi 
Syaibah (I:295 no.5) dengan sanad yang 
shahih) 
Diriwayatkan pula dari Ibrahim an-Nakhai - 
semoga Allah merahmatinya- bahwa ia pernah 
ditanya oleh seseorang mengenai orang yang 
meletakkan tangannya sebelum lututnya. Ia 
tidak menyukai itu, lalu berkata,” Adakah yang 
melakukan hal itu selain orang gila?” (HR Ibn 
Abi Syaibaah (I: 295 no.5) dengan sanad 
yang shahih pula) 
Imam as-Syafi’i -semoga Allah merahmatinya- 
(terdapat dalam al-Umm-nya asy-Syafi’i 
(I:98)) berkata,” Aku suka memulai takbir 
sambil berdiri dan turun menuju tempat untuk 
sujud. Aku juga menyukai orang yang 
meletakkan lututnya terlebih dahulu ketika 
sujud, lalu tangannya, lalu wajahnya atau 
mukanya. Jika ia meletakkan wajahnya sebelum 
kedua tangannya, atau meletakkan tangan 
sebelum lututnya, aku tidak menyukai it. 
Tetapi jika ada yang melakukn itu, ia tidak 
perlu mengulangi shalatnya dan tidak perlu 
sujud syahwi. (Dengan demikian menurut 
Imam asy-Syafi’i, hukum meletakkan lutut 
sebelum tangan, dan meletakkan tangan 
sebelum meletakkan wajah atau dahi hannya 
sunah saja, bahkan hanya sunah biasa dan 
bukan pula sunah muakkadah -Pen) 
Dikutip dari buku Sifa-sifat Shalat Nabi 
Muhammad saw yang Benar. Halaman 
170-173. Terbitan Pustaka Hidayah
IV. Terjamahan Bahasa Indonesia: Fatwa- 
Fatwa Shalat, Syeik Abdulaziz bin Baz, Hal. 
47 – 49, Cetakan pertama Dzulqaidah 
1427H / Desember 2006, Akbar Media Eka 
Sarana, Jakarta. 
Menurut petunjuk As-Sunnah, orang yang 
hendak sujud dalam shalatnya dianjurkan 
untuk meletakkan kedua lututnya terlebih 
dahulu sebelum kedua telapak tangannya jika ia 
mampu melakukannya. Pendapat ini yang 
paling kuat dari pendapat lainnya. Ini juga 
merupakan pendapat jumhur ulama karena 
lebih kuatnya hadist riwayat Wa’il bin Hajar 
r.a. dan hadist lain yang satu makna dengan 
hadist tersebut 
Adapun mengenai hadist riwayat Abu 
Hurairah, maka pada hakekatnya maknanya 
tidak bertentangan dengan hadist Wa’il, bahkan 
sebetulnya sama, karena yang dilarang Nabi 
saw. adalah gerakan hendak sujud seperti yagn 
dilakukan unta saat mendekam. Sudah 
diketahui bersama bahwa mendahulukan kedua 
tangan itu menyerupai yang dilakukan unta. 
Ucapan di akhir hadist ‘Dan hendaknya 
meletakkan kedua tangannya sebelum kedua 
lututnya.’ diduga kuat telah diriwayatkan 
inqilab (terbalik, dengan mengakhirkan yagn 
seharusnya didahulukan dan sebaliknya) oleh 
sebagian perawi hadist. Karena riwayat yang 
benar adalah ‘hendaknya meletakkan kedua 
lututnya sebelum kedua telapak tangannya,’ 
(Unta kalau hendak duduk mendekam 
mendahulukan kaki depannya -tangan-, baru 
kaki belakangnya -ed.). Dengan demikian 
makna beberapa hadist yang nampak 
kontradiktif itu bisa dikompromikan, hingga 
hilang pertentangan. Hal ini telah diulas 
panjang lebar oleh Al-’Allamah Ibnul Qayyim 
dalam kitab karyanya yang berjudul Zad al- 
Ma’ad (khusus soal Bab Shalat dari buku ini 
telah diterbitkan edisi bahasa Indonesianya 
oleh Penerbit AKBAR, dengan judul: 
“Tuntunan Shalat Rasulullah saw.”). 
Sedangkan mengenai orang yang tidak 
mendahulukan kedua lututnya sebab sakit atau 
karena berusia lanjut, maka hukum 
melakukannya adalah la haraj (tidak apa-apa). 
Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala berikut 
ini, 
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut 
kesanggupanmu.” ( at-Taghaabun: 16) 
Rasulullah saw. juga telah bersabda, 
“Apa-apa yang telah aku larang bagi kalian 
maka jauhilah, dan apa-apa yang aku 
perintahkan kepada kalian maka datangilah 
perintah itu sebatas kemampuanmu” 
Para ulama hadist sudah bersepakat tentang 
shahih nya hadist ini. 
————————————- 
IV. Berikut saya dapatkan dari sebuah blog 
: http:// 
abdurrahman.wordpress.com/2007/09/12/ 
tata-cara-turun-ketika-sujud/#more-393 
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ 
TATA CARA TURUN KETIKA SUJUD 
Oleh: 
Asy-Syaikh Muhammad bin Sholih 
Al-‘Utsaimin rahimahullahTa’ala 
Soal: Bagaimanakah tata cara turun untuk 
bersujud? 
Jawab: Yang pertama turun adalah lutut 
terlebih dahulu, kemudian dua buah telapak 
tangan, karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa 
sallam melarang seseorang sujud dengan 
meletakkan telapak tangan terlebih dahulu, 
sebagaimana sabdanya: 
ﺇﺫﺍ ﺳﺠﺪ ﺃﺣﺪﻛﻢ ﻓﻼ ﻳﺒﺮﻙ ﻛﻤﺎ ﻳﺒﺮﻙ ﺍﻟﺒﻌﻴﺮ ﻭﻟﻴﻀﻊ ﻳﺪﻳﻪ 
ﻗﺒﻞ ﺭﻛﺒﺘﻴﻪ . 
“Apabila salah seorang di antara kalian sujud, 
maka janganlah turun untuk sujud 
sebagaimana menderumnya onta, dan 
hendaklah ia meletakkan dua tangannya 
sebelum dua lututnya” (HR. Ahmad 2/381; 
Abu Dawud no. 840; An-Nasa’I no. 1090). 
Kalimat pertama yang berbunyi”janganlah 
turun untuk sujud sebagaiamana menderumnya 
onta” , larangan ini tentang sifat sujudnya 
yang ditunjukkan oleh huruf “kaf” yang berarti 
penyerupaan (tasybih). Bukan larangan 
tentang kesamaan pada anngota badan yang 
sujud. Sekiranya larangan terhadap kesamaan 
anggota badan yang sujud tentulah bunyi 
hadits tersebut Maka janganlah menderum 
persis dengan menderumnya onta, jika memang 
demikian maka kami katakana janganlah Anda 
turun sujud di atas dua lutut karena onta 
menderum di atas dua lututnya. Tetapi Nabi 
shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan 
janganlah menderum persis dengan 
menderumnya onta, namun beliau shalallahu 
‘alaihi wa sallam mengatakan janganlah 
menderum sebagaimana menderumnya onta. 
Ini adalah larangan tentang sifat dan tata cara, 
bukan larangan kesamaan meletakkan anggota 
badan saat sujud. 
Oleh karena itu Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah 
rahimahullah dalam kitabnya Zaadul Ma’ad 
(1/215) yakin bahwa perawi hadits terbalik 
dalam menyebutkan kalimat terakhir dalam 
hadits tersebut. Kalimat terakhir tersebut 
yaitu: Hendaklah ia meletakkan dua tangannya 
sebelum dua lututnya, beliau berkata: yang 
benar hendaklah ia meletakkan dua lututnya 
sebelum dua tangannya; sebab sekiranya 
meletakkan dua tangan terlebih dahulu sebelum 
dua lututnya tentu ia akan bersujud 
sebagaimana menderumnya onta. Onta itu 
apabila menderum lebih mendahulukan 
tangannya. Barangsiapa yang pernah 
menyaksikan onta menderum tentulah jelas 
baginya permasalahan ini. 
Maka yang benar jika kita ingin menyelaraskan 
hadits pada bunyi hadits yang terakhir dengan 
yang bunyi hadits yang pertama, yaitu: 
Hendaklah ia meletakkan dua lututnya sebelum 
dua tangannya, karena jika ia meletakkan dua 
tangannya sebelum dua lututnya sebagaimana 
yang saya katakana tentulah ia akan turun 
sujud sebagaimana turunnya onta. Sehingga 
awal dan akhir hadits menjadi bertentangan. 
Sebagian ikhwan telah mengarang sebuah 
risalah yang berjudul FATHUL MA’BUD FII 
WADH’I RUKBATAINI QOBLA YADAIN FII 
SUJUD, karya ini cukup bagus dan 
bermanfaat. Oleh karena itu sunnah yang 
diperintahkan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi 
wa sallam dalam sujud adalah meletakkan dua 
lutut sebelum dua tangan. 
Sumber: Majmu’ Fatawa Arkanil Islam, soal 
no. 249
Tweet

Jangan sampai ketinggalan postingan-postingan terbaik dari Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits. Berlangganan melalui email sekarang juga:

Atau sobat juga bisa follow Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits dengan mengklik tombol di bawah ini:

follow mas sugeng

Artikel keren lainnya:

Blogger Templates
Ditulis oleh Islam Blog Aswaja pada tanggal Kamis, 16 Januari 2014
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda

Popular Posts

  • MAULID DHIYYA ULAMI(teks latin)
    Mawlid Ad Dhiya'ul Lami'  'Bismillahirahmanirr ahim  Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad, habibikasy  sayfi’il musyaffa’  Ya rabbi sha...
  • Terjemahan kitab TANQIHUL QOUL syekh NAWAWI ALBANTANI
                                                          Muqoddimah بسم الله الرحمن الرحيم الحمدلله رب العالمين والعاقة للمتقين ولا عدوان إلا ...
  • TERJEMAH KITAB WASHIYATUL MUSHTOFA (Fasal. Menerangkan Tentang Wudlu dan Shalat)
    Tag: Blog Aswaja Indonesia Wahabi Syiah Salafi Sunni Ahlussunnah Wal Jamaah Habib Palsu Asli Islam Radikal Moderat Modern Tradisional Islam ...

Arsip Blog

  • ►  2017 (23)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (22)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (9)
    • ►  Juli (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2015 (87)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (7)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (19)
  • ▼  2014 (184)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (31)
    • ►  Juni (13)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (48)
    • ▼  Januari (47)
      • KHAWARIJ
      • Ulama' Salafy [Syaikh bin Jibrin] Tidak Mengingkar...
      • Akibat Mengebiri Perkataan Orang
      • Ustadz Baba Naheel [aswaja] vs Raja Saudi Tentang ...
      • Muhadatsah atawa Konferzeisyen
      • Santri NU vs Ustadz Wahabi
      • Setan Melarang Doa
      • Andai Esok Kiamat
      • Dialog al-Qur'an dan Sains Modern
      • Kenapa harus BERMADZHAB
      • Tidur dalam keadaan junub
      • TIMBULLAH FIRQOH
      • Hasyim Muzadi: Indonesia Kehilangan Ulama Negarawan
      • ISNU: Indonesia Kehilangan Ahli Fiqih Terbaik
      • Akibat Lupa Bershalawat kepada Rasulullah saw.
      • Poin-Poin ajaran wahabiyyah
      • BACA INI DAFTAR KESEMBRONOAN2 YANG DILAKUKAN ALBAN...
      • INILAH KAPASITAS KEILMUAN ALBANI MENURUT SALAH SEO...
      • Sanad keguruan Habibana Mundzir Al-musawwa
      • Penjelasan Allahu yarham habib Mundzir saat menjaw...
      • SHULTONUL QULUB
      • SYIAH & WAHABI KEMBAR SIAM
      • MEREKA KELUAR DARI MADZHAB HAMBALI
      • KAROMAH HABIBANA MUNDZIR AL MUSAWWA
      • Ringkasan Kitab Talim Mutalim Syekh Ibrahim Bin Is...
      • KITAB SAFINATUN NAJAH
      • MAULID DHIYYA ULAMI(teks latin)
      • NASHOIHUD IBAD SYEKH NAWAWI AL-BANTANI
      • TENTANG SYIAH
      • KEDUSTAAN FIRANDA
      • SUNNAH MELAFADZKAN NIAT
      • Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul h...
      • 313 NAMA-NAMA ROSUL
      • NAMA-NAMA PEJUANG AHLU BADAR
      • TUHAN WAHABI PUNYA BAYANGAN
      • Mahabbatun Nabi saw
      • Kisah Maulid
      • Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul h...
      • JANGANLAH MELUKAI HATI RASULULLAH SAW
      • KEDUSTAAN ALBANI
      • CINTA ULAMA
      • MAULID NABI SAW
      • LA ILAHA ILALLAH
      • Rahasia dakwah habibana
      • Wahabi vs ahlu sunnah
      • MAULID NABI
      • Bidah hasanah
  • ►  2013 (85)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (26)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (35)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2012 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2011 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (7)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (45)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2009 (34)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2008 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2007 (61)
    • ►  Desember (7)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2006 (55)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (17)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright © 2014 Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits - Powered by Blogger
Template by Mas Sugeng - Versi Seluler