Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits
  • Home
  • Menu
  • Menu 1
  • Menu 2
  • Menu 3
Beranda » MEMBONGKAR KEDUSTAAN ULAMA WAHABI » Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul hakim bin amir abdat

Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul hakim bin amir abdat

Ibnul Qoyyim al-Jauziyah, Tuntunan Shalat 
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, Hal. 
45 – 56, Akbar Media Eka Sarana, Jakarta, 
Cetakan Kedua: Dzulhijjah 1427 H / Januari 
2007 
Rasulullah saat hendak melakukan sujud, 
meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu 
sebelum kedua tangannya. Setelah meletakkan 
kedua lutut, beliau kemudian meletakkan kedua 
tangan, lalu kening, lalu hidung, 
Itulah tuntunan sujud yang benar, yang 
diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh Syarik, 
dari Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari 
Wail bin Hajar. Wail mengatakan bahwa ia 
pernah melihat Rasulullah ketika hendak sujud, 
maka beliau meletakkan kedua lututnya 
sebelum meletakkan kedua tangannya. Dan 
ketika beliau bangkit, maka beliau mengangkat 
kedua tangan sebelum mengangkat kedua 
lututnya. (Diriwayatkan oleh Abu Daud, 838, 
dalam kitab Ash-Shalah, Bab Kaifa Yadha’ 
Rukhbataihi qabla Yadaihi, At-Tarmidzi, 268, 
dalam kitab Ash-Shalah, Bab Ma Ja’a fi 
Wadh’i al-Yadain qabla ar-Rukbatain fi as- 
Sujud, Ibnu Majah, 882, dalam Kitab Al- 
Iqamah, Bab As-Sujud, dan An-Nasa’i, 
2/206-207, dalam Kitab Al-Iftitah, Bab 
Awwalu Ma Yashilu ila al-Ardh min al-Insan 
fi Sujudihi. Al-Bani dalam Dha’if Sunan At- 
Tirmidzi, 44, mengatakan bahwa hadist 
tersebut dha’if) 
Dalam soal sujud ini, tak ada yang 
meriwayatkan hadist yang bertentangan dengan 
keterangan tersebut. 
Adapun Hadist dari Abu Hurairah yang 
berbunyi, 
Apabila salah seorang di antara kalian 
melakukan sujud, maka janganlah ia mendekam 
sebagaimana mendekamnya seeokor unta 
(maksudnya melakukan gerakan seperti 
gerakan mendekamnya unta) dan hendaklah ia 
meletakkan kedua tangannya sebelum 
meletakkan kedua lututnya. (Diriwayatkan oleh 
Abu Dawud, 841, dalam Kitab Ash-Shalah, 
Bab Kaifa Yadha’ Rukhbataihi qabla Yadaihi, 
At-Tarmidzi, 269, dalam Kitab Ash-Shalah 
Bab No. 85, An-Nasa’i 2/207, dalam Kitab 
Al-Iftitah, Bab Awwalu Ma Yashiluila al-Ardh 
min al-Insan fi Sujudihi, dan Ahmad 2/381. 
Hadist tersebut dianggap shahih pula oleh al- 
Albani dalam Shahih Al-Jami’, 595) 
Hadist ini -wallahu a’lam- mengandung wahm 
(kesalahan) dari beberapa perawinya. Bagian 
awal redaksi hadist tersebut bertolak belakang 
dengan bagian akhirnya. Karena jika seseorang 
meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu 
sebelum meletakkan kedua lututnya , justru 
berarti dia telah mendekam seperti 
mendekamnya onta. Dalam kenyataannya, unta 
ketika mendekam memang meletakkan kedua 
tangannya (kaki depannya -ed.) terlebih 
dahulu, baru kedua lututnya (kaki belakangnya 
-ed.) 
Setelah mendapatkan penjelasan tentang fakta 
gerak mendekamnya unta itu, orang-orang yang 
berpegang kukuh pada kebenaran redaksi 
hadist di atas lantas membuat alasan bahwa 
yang dimaksud kedua lutut unta itu 
sebenarnya adalah kedua kaki depannya, bukan 
kaki belakangnya. Unta ketika sedang 
mendekam, maka pertama kali meletakkan 
kedua lututnya (kaki depannya -ed.) terlebih 
dahulu. Dan inilah yang dilarang dalam sujud. 
Namun pendapat tersebut juga salah karena 
beberapa hal: 
1. Ketika unta mendekam, ia meletakkan kedua 
tangannya (kaki depannya -ed.) terlebih 
dahulu. Sedangkan kedua kakinya (kaki 
belakang -ed.) masih berdiri tegak. Ketika unta 
hendak bangkit. maka ia akan bangkit dengan 
kedua kakinya terlebih dahulu, sedang kedua 
tangannya masih berada di tanah. 
Inilah sebenarnya yang dilarang oleh 
Rasulullah dalam melakukan sujud. Intinya, 
ketika hendak sujud maka harus menjatuhkan 
anggota badannya yang paling dekat dengan 
tanah, kemudian anggota badan yang lebih 
dekat dengan anggota badan pertama. Ketika 
hendak bangkit, maka yang pertama kali 
diangkat adalah anggota badan yang paling 
atas. 
Rasulullah ketika hendak sujud, pertama beliau 
meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, 
kemudian kedua tangannya, setelah itu 
keningnya. Saat bangkit dari sujud, beliau 
mengangkat kepala lebih dahulu, lalu kedua 
tangannya, dan setelah itu baru kedua 
lututnya. 
Gerakan seperti itu berbeda dengan gerak 
mendekam yang dilakukan unta. Rasulullah 
amat melarang umatnya melakukan gerakan 
sholat yang menyerupai gerakan suatu jenis 
binatang. Misalnya, beliau melarang untuk 
mendekam sebagaimana mendekamnya unta, 
melarang berpindah-pindah sebagaimana 
berpindahnya serigala, melarang duduk dengan 
membentangkan kaki sebagaimana yang 
dilakukan binatang buas, melarang berjongkok 
sebagaimana berjongkoknya anjing, melarang 
menekuk jari yang sampai berbunyi 
sebagaimana yang dilakukan gagak (Hadist ini 
diriwayatkan oleh Abu Dawud 62 dalam Kitab 
Ash-Shalah Bab Shalah Man la Yuqim 
Shalbahu fi ar-Ruku wa as-Sujud. An-Nasa’i 
2/214 dalam Kita Al-Iftitah, Bab An-Nahyu 
‘an Naqrah al-Ghurab. Ibnu Majah, 1429, 
dalam Kitab Al-Iqamah, Bab Ma Ja’a fi 
Tauthid al-Makan fi al-Masjid Yushalli fihi. 
Dan Ahmad 3/428, 444, dari Abdurrahman 
bin Syabl, ia berkata,”Rasulullah saw. telah 
melarang untuk menekuk jari sampai berbunyi 
sebagaimana yang dilakukan gagak, melarang 
duduk dengan membentangkan kaki 
sebagaimana yang dilakukan bintang buas, dan 
melarang menambatkan sesuatu di masjid 
seperti menambatkan unta.” Hadist di atas 
dianggap shahih pula oleh al-Albani dalam 
shahih Sunan Abu Dawud), dan melarang 
mengangkat tangan ketika salam sebagaimana 
gerakan ekor kuda terhadap matahari. Yang 
jelas, tuntunan gerakan shalat itu sangat 
berbeda dengan gerakan aneka jenis binatang. 
2. Pendapat yang menyatakan bahwa kedua 
lutut unta itu terletak pada kedua tangannya 
(kaki depannya -ed) adalah pendapat yang 
tidak masuk akal dan tidak dikenal oleh para 
ahli bahasa, karena lutut unta itu terletak di 
kedua kaki belakangnya 
3. Andaikata penjelasan hadits yang mereka 
utarakan itu benar, maka mestinya redaksi 
hadistnya berbunyi, “Maka hendaklah orang 
yang shalat mendekam sebagaimana 
mendekamnya unta.” Yang pertama kali 
menyentuh tanah adalah kedua tangannya (kaki 
depan -ed) unta. Di sinilah inti masalah ini. 
Yaitu bahwa bagi siapa saja yagn mau 
memikirkan mendekamnya unta, dan ia 
mengerti bahwa Rasulullah melarang untuk 
mendekam sebagaimana mendekamnya unta, 
maka orang tersebut akan yakin bahwa hadist 
Wa’il bin Hajar adalah yang benar. 
Wallahua’lam 
Menurut saya, dalam hadist Abu Hurairah di 
atas telah terjadi pembalikan (kesalahan) 
redaksi hadistnya oleh sebagian perawi Hadist. 
Barangkali saja redaksi hadist yang benar 
adalah, “Dan hendaklah meletakkan kedua 
lututnya sebelum meletakkan kedua 
tangannya.” 
Kasus kesalah redaksi hadist seperti ini juga 
dilakukan oleh sebagian perawi terhadap hadist 
Ibnu Umar, bahwa Bilal melakukan adzan 
pertama dan waktu malam (sebelum terbit 
fajar -ed.), maka makan dan minumlah kalian 
sampai Ibnu Ummi Maktum 
mengumandangkan adzan (subuh -ed.) (Hadist 
ini shahih, diriwayatkan oleh Bukhari, 1918, 
dalam kitab Ash-Shaum, Bab Qaul an-Nabi 
Shalallahu ‘alaihi wa sallam, “La 
Yammna’ukum sahurakum adzanu Bilal.”). 
Sebagian perawinya mengatakan, bahwa Ibnu 
Ummi Maktum yang melakukan adzan pada 
waltu malam (sebelum fajar -ed.), maka 
makan minumlah kalian sampai Bilal 
mengumandangkan adzan (subuh -ed.). 
Contoh lain yang serupa terjadi pula dalam 
suatu hadist yang berbunyi, “Calon penghuni 
neraka akan terus dilemparkan ke dalam 
neraka. Lalu neraka berkata, ‘Apa masih ada 
lagi?’” Sampai sabda beliau yang berbunyi, 
“Sedangkan surga, maka Allah akan 
menciptakan makhluk yang akan ditempatkan di 
dalamnya.” (Hadist ini shahih, diriwayatkan 
oleh Bukhari, 4850, dalam Kitab At-Tafsir, 
Bab Qouluhu Ta’ala, “Wa Taqulu Hal min 
Mazid?” Hadist dari Abu Hurairah r.a.) 
Sebagian Perawi melakukan pembalikan 
terhadap redaksi hadist tersebut dengan 
mengatakan, “Sedangkan neraka, maka Allah 
akan menciptakan makhluk yang akan 
ditempatkan di dalamnya.” 
Bahkan saya juga melihat Abu Bakar bin Abi 
Syaibah (Nama Lengkap Abu Bakar bin Abi 
Syaibah adalah Muhammad bin Abi Syaibah, 
seorang hafizh, berasal dari Kufah. Abu Ubaid 
Al-Qasim mengatakan bahwa dirinya 
mengambil ilmu dari empat ulama, yaitu Abu 
Bakar sebagai guru pertama, Ahmad sebagai 
yang paling pintar dalam bidang fikih di antara 
para gurunya, Yahya adalah yang paling 
kompleks, dan Ali adalah yang paling alim. 
Abu Bakar meninggal dunia pada 235 H. Lihat 
At-Tahdzib, 2/499) ikut pula meriwayatkan 
hadist yang terbalik seperti itu. Ibnu Abi 
Syaibah mengatakan, “Aku mendapat berita 
dari Muhammad bin Fudhail, dari Abdullah bin 
Sa’id, dari kakeknya, dari Abu Hurairah, dari 
Rasulullah saw., beliau bersabda, “Apabila 
salah seorang di antara kalian hendak 
melakukan sujud, maka mulailah dengan 
meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan 
kedua tangannya. Dan janganlah mendekam 
sebagaimana mendekamnya kuda 
jantan.” (Sanad hadist ini lemah sekali. 
Abdullah bin Sa’id al-Maqburi adalah 
termasuk orang yang lemah sebagaimana 
keterangan yang ada pada At-Taqrib). 
Hadits serupa juga diriwayatkan oleh al- 
Atsram dalam Sunannya dari Abu Bakar 
dengan redaksi yang sama. Ada pula hadits 
periwayatan Abu Hurairah yang membenarkan 
hal itu adalah cocok dengan hadits Wail bin 
Hajar. 
Ibnu Abu Daud (Ibnu Abu Daud adalah Abu 
Bakar, Abdullah bin Sulaiman bin Al-Asy’ats, 
seorang imam yang hafizh, al-’Alamah.Ibnu Abu Daud (Ibnu Abu Daud adalah Abu 
Bakar, Abdullah bin Sulaiman bin Al-Asy’ats, 
seorang imam yang hafizh, al-’Alamah, 
seorang syekh besar di Baghdad, as-Sijistani. 
ia banyak memiliki karya. Ibnu Abu Daud 
dilahirkan pada 23H. Ada beberapa orang yang 
menyinggung riwayat hidupnya, antara lain 
ayahnya sendiri dalam buku As-Siyar, 
13/221) mengatakan, “Aku mendapatkan kabar 
dari Ibnu Fudhail, yaitu Muhammad, dari 
Abdullah bin Sa’id, dari kakeknya, dari Abu 
Hurairah, bahwa Nabi saw. ketika hendak 
sujud memulainya dengan kedua lututnya 
sebelum meletakkan kedua tangannya.” (Sanad 
Hadits ini lemah sekali. Hadits ini 
diriwayatkan oleh Baihaqi, 2/100. Di dalam 
hadits ini terdapat perawi yang bernama 
Abdullah bin Sa’id al-Maqburi, dan dia 
termasuk orang yang ditinggal dalam menerima 
periwayatan hadits darinya). 
Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya telah 
meriwayatkan hadits dari Mush’ab bin Sa’ad, 
dari ayahnya, ia berkata, “Kami pernah 
meletakkan kedua tangan sebelum meletakkan 
kedua lutut. Kemudian kami diperintahkan 
meletakkan lutut terlebih dahulu sebelum 
meletakkan kedua tangan.” (Hadits ini memiliki 
cacat. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu 
Khuzaimah, 628. Tentang penjelasan cacatnya, 
lihat pada penjelasan berikutnya) 
Dengan melihat hadist di atas, maka bila 
hadits dari Abu Hurairah masih dianggap 
benar, berarti hadits tersebut telah dinasakh 
(diganti). Itulah pendapat yang diyakini oleh 
pengarang Kitab Al-Mughni dan lainnya. Tetapi 
penting untuk diketahui bahwa dalam hadits 
dari Mush’ab ini terdapat dua cacat. 
1. Hadits tersebut adalah dari periwayatan 
Yahya bin Salamah Kuhail (Yahya bin 
Salamah bin Kuhail. Lihat dalam Al-Mizan, 
9527, At-Tahdzib, 4/361 dan At-Taqrib, 
7561. Ibny Hajar mengatakan, “Ia adalah 
orang yang ditinggalkan periwayatannya. Ia 
termasuk golongan Syi’ah.”), dan ia termasuk 
orang yang tidak bisa dijadikan hujjah atau 
patokan. An-Nasa’i mengatakan, “Ia termasuk 
orang yang ditinggalkan periwayatannya.” Ibnu 
Hibban berkata, “Ia termasuk orang yang 
mengingkari hadits. Oleh sebab itu tidak dapat 
dijadikan hujjah.” Ibnu Mu’ayyan mengatakan, 
“Tidak apa-apa.” 
2. Bahwa yang dapat dipetik dari periwayatan 
Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya, hanyalah 
tentang maslah praktek. Dan ucapan Sa’ad, 
“Kami berbuat seperti itu, kemudian Rasulullah 
menyuruh kami agar meletakkan kedua tangan 
di atas lutut.” 
Sedangkan perkataan pengarang Al-Mughni 
dari Abu Sa’id mengatakan, “Kami pernah 
meletakkan kedua tangan sebelum meletakkan 
kedua lutut. Setelah itu kami diperintahkan 
untuk meletakkan kedua lutut sebelum 
meletakkan kedua tangan.” – Wallahu A’lam- 
itu hanyalah kesalahan dalam nama saja. Yang 
benar adalah Sa’ad bukan Sa’id. Kalaupun dari 
Sa’ad, itupun juga terdapat keraguan dalam 
sisi hadits sebagaiman penjelasan yang telah 
lalu. Yang penting, hadits tersebut hanyalah 
sebatas praktek. Wallahu a’lam. 
Adapun tentang hadits Abu Hurairah di muka, 
maka Bukhari, at-Tirmidzi, dan ad-Daruquthni 
memberikan penilaian cacat. 
Bukhari mengatakan bahwa Muhammad bin 
Abdullah bin Hasan (Muhammad bin Abdullah 
bin Hasan adalah Abdullah, al-Madani, dan al- 
Hasyimi. Ia seorang yang dapat dipercaya. Al- 
Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Tahdzib, 3/604, 
menuturkan periwayatannya dari Abu az- 
Zanad, dan Ibnu Hajar tak memberi komentar 
apapun, serta tidak menyinggung perkataan 
Bukhari) adalah orang yang tidak dapat diikuti. 
Bukhari juga berkata, “Aku sendiri tidak 
mengerti apakah ia mendengar langsung dari 
Abu az-Zanad (Abu az-Zanad adalah Abdullah 
bin Dzakwan al-Quraisyi, ayah Abdurrahman 
al-Madani, yang lebih dikenal dengan sebutan 
Abu az-Zanad. Ia seorang yang tsiqah, dan 
termasuk golongan tabi’in yang utama. Abu az- 
Zanad meninggal pada 130H, tetapi ada yagn 
mengatakan di tahun yang lain. Lihat At- 
Tahdzib, 2/329) ataukah tidak.” 
At- Tirmidzi mengatakan, “Hadits tersebut 
asing. Aku tidak pernah mengenalnya dari Abu 
az-Zanad kecuali dari arah ini.” 
Ad-Daruquthni mengatakan bahwa Abdul Aziz 
ad-Darawardi menyendirikan hadits tersebut, 
dari Muhammad bin Abdullah bin Hasan al- 
Alawi, dari Abu az-Zanad. 
An-Nasa’i telah menuturkan dari Qutaibah, 
“Aku mendapat berita dari Abdullah bin Nafi’, 
dari Muhammad Abdullah bin Hasan al-Alawi, 
dari Abu az-Zanad, dari al-A’raj, dari Abu 
Hurairah bahwa Rasulullah saw. telah 
bersabda, “Salah seorang di antara kalian 
membuat kesengajaan dalam shalat. Yaitu 
mendekam sebagaimana mendekamnya 
unta.” (Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh 
Abu Daud, 741, dalam Kitab Ash-Shalah, Bab 
Kaifa Yadha’ Rrukbataihi qabla Yadaihi; at- 
Tirmidzi, 269, dalam Kitab Ash-Shalah, Bab 
no. 85; dan An-Nasa’i, 2/207, Al-Albani 
menganggap shahih hadits tersebut dalam 
Shahih Sunan Abu Daud) Redaksinya tidak 
lebih dari itu. 
Abu Bakar bin Abi Daud mengatakan, “Itulah 
sunnah yang dipegang ahli Madinah. Dalam 
sunnah tersebut, mereka memiliki dua sanad. 
Yang satunya seperti di atas dan yang lain 
adalah dari Ubaidillah, dari Nafi’, dari Ibnu 
Umar, dari Nabi saw.” 
Ibnu Qayyim memberikan komentar, “Ahli 
Madinah dengan hadits periwayatan Ashbagh 
bin al-Faraj, dari ad-Darawardi, dari 
Ubaidillah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, 
menjelaskan bahwa Rasulullah saw. pernah 
meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu 
sebelum meletakkan kedua lututnya. Kemudian 
ahli Madinah mengatakan bahwa itulah yang 
pernah dilakukan Rasulullah saw.” (Hadits ini 
diriwayatkan oleh Hakim, 821) 
Hadits senada juga diriwayatkan oleh Hakim 
dalam Al-Mustadrak dari jalan periwayatan 
Muhriz bin Salamah, dari ad-Darawardi. 
Hakim mengatakan kalau hadits tersebut 
sesuai dengan persyaratan yang diberikan oleh 
Imam Muslim. 
Hakim pernah meriwayatkan sebuah hadits 
dari Hafsh bin Ibnu Ghiyats, dari Ashim al- 
Ahwal, dari Anas, ia berkata, “Aku pernah 
melihat Rasulullah saw. sedang turun dari 
berdiri dengan membaca takbir sehingga kedua 
lututnya mendahului kedua 
tangannya.” ( Sanad hadits ini dha’if, 
diriwayatkan oleh Hakim, 822, dan dalam 
sanadnya terdapat al-’Ala’ bin Ismail, seorang 
yang tidak jelas) 
Hakim menganggap kalau hadits tersebut telah 
sesuai dengan syarat yang ditetapkan oleh 
Bukhari dan Muslim. Hakim juga tidak 
mengetahui cacat pada hadits tersebut. 
Ibnu Qayyim mengomentari masalah ini 
dengan mengatakan bahwa Abdurrahman bin 
Abi Hatim (Abdurrahman bin Abu Hatim 
adalah seorang penghafal besar yang menjadi 
anak dari seorang penghafal besar pula. Ia 
memiliki buku Al-Jahr wa At-Ta’dil yang 
termasuk dalam kategori buku paling agung 
yang dikarang dalam bidangnya. Ia juga 
memiliki buku Al-’Ilal dan karyanya yang lain. 
Abdurrahman seorang ahli ibadah, zuhud, dan 
sekaligus wara’. Ia meniggal pada tahun 327 
H. Lihat Al-Bidayah, 6/246) telah berkata, 
“Aku pernah bertanya kepada ayahku tentang 
hadits tersebut. Ayahku menjawab, ‘Hadist 
tersebut mungkar.’ Alasan ayahku menganggap 
mungkar mungkin karena dalam 
periwayatannya terdapat al-’Ala’ bin Ismail al- 
Aththar, dari Hafsh bin Ghiyats. Padahal 
al-’Ala’ termasuk orang yang tidak jelas dan 
tidak pernah disebut-sebut dalam kutub as- 
Sittah. Itulah hadits-hadits yang marfu’ dari 
dua sisi sebagaimana yang Anda lihat. 
Adapun beberapa atsar yang dipegang para 
sahabat adalah yang berasal dari periwayatan 
Umar ibnul-Khattab bahwa ia meletakkan 
kedua lututnya sebelum meletakkan kedua 
tangannya. (Hadits ini dikeluarkan oleh 
Abdurrazaq, 295, dari jalan periwayatan an- 
Nakh’i dari Umar. Hadits ini adalah 
munqathi’) 
Hadits senada pernah disebutkan oleh 
Abdurrazaq dan Ibnul Mundzir ( Ibnu al- 
Mundzir adalah seorang imam, seorang hafizh, 
seorang yang pandai, Syaikh al-Islam, Abu 
Bakar Muhammad bin Ibrahim bin al-Mundzir 
an-Naisaburi, seorang ahli fikih, penyusun Al- 
Ijma’ dan lainnya. Ia termasuk pengikut 
madzhab asy-Syafi’i dan meninggal dunia pada 
309 H. Lihat As-Siyar, 14/490) serta yang 
lainnya, dengan melalui jalan periwayatan Ibnu 
Mas’ud r.a. 
Hadits tersebut juga pernah disebutkan oleh 
ath-Thahawi, dari Fahd, dari Umar bin Hafsh, 
dari ayahnya, dari Ibrahim, dari beberapa 
teman Alqamah dan al-Aswad, keduanya 
berkata, “Kami ingat shalat yang pernah 
dilakukan oleh Umar, bahwa Umar setelah 
ruku pernah menurunkan kedua lututnya 
terlebih dahulu sebagaimana unta yang hendak 
turun setelah berdiri. Umar meletakkan kedua 
lututnya, sebelum meletakkan kedua 
tangannya.” 
Kemudian ath-Thahawi juga menuturkan 
hadits dari jalan periwayatan al-Hajj bin 
Arthah, ia mengatakan bahwa Ibrahim an- 
Nakh’i (Nama lengkapnya adalah Ibrahim bin 
Yazid bin Qais bin al-Aswad an-Nakh’i, ayah 
Imran. Ia seorang ahli fikih dan pernah 
bertemu dengan Aisyah r.a. Ibrahim termasuk 
seorang mufti di daerah Kufah. Ia meninggal 
duni pada 96 H. dalam usia 49 tahun, namun 
ada pendapat yang mengatakan lain. Lihat At- 
Tahdzib, 1/92) pernah berkata, “Yang perlu 
dicatat dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa kedua 
lututnya jatuh ke tanah terlebih dahulu 
sebelum kedua tangannya.” 
Ath-Thahawi juga menuturkan dari Abu 
Marzuq, dari Wahb, dari Syu’bah, dari al- 
Mughirah, ia berkata, “Aku pernah bertanya 
kepada Ibrahim tentang seseorang yang 
memulai sujudnya dengan meletakkan kedua 
tangan lebih dahulu sebelum meletakkan kedua 
lututnya.Ath-Thahawi juga menuturkan dari Abu 
Marzuq, dari Wahb, dari Syu’bah, dari al- 
Mughirah, ia berkata, “Aku pernah bertanya 
kepada Ibrahim tentang seseorang yang 
memulai sujudnya dengan meletakkan kedua 
tangan lebih dahulu sebelum meletakkan kedua 
lututnya. Al-Mughirah menjawab, ‘Tidak ada 
yang berbuat seperti itu kecuali orang yang 
bodoh dan orang gila.” 
Ibnul Mundzir berkata, “Dalam masalah sujud 
ini, para ulama masih berselisih pendapat. 
Yang termasuk berpendapat harus meletakkan 
kedua lutut lebih dulu sebelum kedua tangan 
adalah Umar ibnul-Khaththab.” 
Pendapat ini diikuti oleh: 
- an-Nakha’i 
- Muslim bin Yasar (Muslim bin Yasar adalah 
penduduk Madinah, hidup pada masa dinasti 
Umayyah, dan kemudian menjadi penduduk 
Mekah. Ia ayah Abdullah. Muslim adalah 
seorang ahli fikih, seorang tabi’in yang 
terpercaya. Ia seorang ahli ibadah yang wara’. 
Muslim tercatat sebagai ulama ahli fikih yang 
ke-5 di antara 5 ulama fikih yang ada di 
Bashrah. Lihat At-Tahdzib, 4/74) 
- ats-Tsauri (Nama lengkapnya adalah Sufyan 
ats-Tsauri bin Sa’id bin Masruq ats-Tsauri. 
Seorang amirul mukminin dalam bidang 
hadits. Pengakuan itu tidak hanya diucapkan 
oleh satu ulama saja. Ia termasuk salah satu 
ulama Islam yang patut dijadikan teladan. Ats- 
Tsauri adalah seorang yang ahli fikih. Ia 
meninggal pada 161 H. Lihat Al-Bidayah, 
5/634) 
- Asy-Syafi’i 
- Ahmad 
- Ishaq (Namanya adalah Ishaq bin 
Rahawaih, seorang imam besar dan syekh 
daerah Masyriq. Tuan para hafizh. Abu 
Ya’qub. Ia dilahirkan pada 161 H. Ibnu 
Rahwaih menyusun buku al-Musnad. Ia juga 
seorang imam dalam bidang tafsir dan 
sekaligus termasuk salah satu ulama 
mujtahid) 
- Abu Hanifah beserta para pengikutnya 
- dan Ahli Kufah 
Ada pula yang berpendapat sebaliknya, yaitu 
meletakkan kedua tangan terlebih dulu sebelum 
meletakkan kedua lutut. Pendapat ini didukung 
oleh Imam Malik. 
Al-Auza’i mengatakan, “Kami pernah 
menemukan orang-orang yang sedang shalat, 
kemudian mereka meletakkan kedua tangan 
sebelum kedua lutut.” Ibnu Abu Daud berkata, 
“Pendapat yang mengatakan meletakkan kedua 
tangan terlebih dahulu sebelum meletakkan 
kedua lutut adalah pendapat ulama ahli 
hadits.” 
Ibnu Qayyim menerangkan bahwa terdapat 
hadits dari Abu Hurairah yang dituturkan oleh 
Baihaqi dengan memakai redaksi lain yaitu, 
“Apabila salah seorang dari kalian hendak 
sujud, maka janganlah mendekam sebagaimana 
mendekamnya unta, tetapi hendaklah ia 
meletakkan kedua tangannya sebelum kedua 
lututnya.” ( Hadits ini diriwayatkan oleh 
Baihaqi, 2/100) 
Baihaqi mengatakan, “Apabila memang hadits 
ini dapat dipegang, maka akan menjadi dalil 
bahwa Rasulullah ketika hendak sujud, beliau 
meletakkan kedua tangannya sebelum kedua 
lututnya.” 
Dengan demikian, hadits Wail bin Hajar adalah 
lebih utama dari hadits Abu Hurairah karena 
beberapa hal: 
1. Hadits Wail adalah lebih mantap daripada 
hadits Abu Hurairah, sebagaimana dikatakan 
al-Khithabi dan lainnya. 
2. Hadits yang berasal dari Abu Hurairah 
statusnya mudhtharib (membingungkan) 
dalam matannya, sebagaimana telah kami 
terangkan sebelumnya. Di antara ulama yang 
mengikuti hadits tersebut ada yang 
mengatakan, “Dan hendaklah meletakkan kedua 
tangannya sebelum kedua lututnya.” ada pula 
yang mengatakan sebaliknya. Ada ulama lagi 
yang mengatakan, “Dan hendaklah meletakkan 
kedua tangannya di atas kedua lututnya.” 
danada pula yang membuang kata-kata 
tersebut. 
3. Seperti diterangkan sebelumnya, Bukhari 
dan ad-Daruquthni serta lainnya telah mencela 
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah itu. 
4. Tapi meskipun hadits dari Wail bin Hajar 
itu lebih mantap, masih aja ada sekelompok 
ulama yang mengkritiknya, dengan menganggap 
hadits tersebut telah diubah dari aslinya. 
Ibnul Mundzir berkata, “Sebagian ulama 
menyangka bahwa ada perubahan redaksi dari 
yang sebetulnya, yaitu meletakkan kedua 
tangan sebelum kedua lutut.” Lihat penjelasan 
yang telah lalu. 
5. Hadits Wail sudah sesuai dengan larangan 
Nabi ketika sujud, agar kita tidak meniru 
gerakan mendekamnya unta. Ini berbeda 
dengan hadits Abu Hurairah. 
6. Hadits Wail sudah sesuai dengan 
penjelasan dari para sahabat, seperti Umar 
ibnul-Khaththab, Ibnu Umar, serta Abdullah 
bin Mas’ud. Sedang untuk hadits Abu 
Hurairah belum pernah ada penjelasan dari 
sahabat kecuali Umar r.a. 
7. Hadist dari Wail telah diperkuat oleh hadits 
dari Ibnu Umar dan Anas, sebagaimana 
keterangan yang telah lalu, sedangkan hadits 
Abu Hurairah tidak ada yang memperkuat. 
Andaikata kedua hadits tersebut seimbang, 
maka hadits dari Wail lah yang akan 
didahulukan sebab lebih banyak diperkuat oleh 
hadits lain. 
8. Kebanyakan umat Islam memilih hadits 
dari Wail, sedang pendapat yang lain hanya 
mengacu pada pendapat al-Auza’i dan Malik. 
Adapun mengenai perkataan Ibnu Abu Daud 
bahwa pendapat yang mengatakan meletakkan 
kedua tangan terlebih dahulu sebelum kedua 
lututnya merupakan pendapat ulama ahli hadis, 
maksudnya adalah sebagian ahli hadits, kecuali 
Ahmad, asy-Syafi’i, dan Ishaq. 
9. Dalam hadits yang bersumber dari Wail 
terdapat kisah yang menceritakan perbuatan 
Nabi saw. Maka itu lebih utama untuk 
diperhatikan. 
10. Semua perbuatan yang diceritakan dalah 
hadits Wail adalah shahih, dibanding riwayat 
yang lain. Memang perbuatan tersebut sudah 
terkenal. Inilah salah satu riwayat yang 
shahih dan memiliki hukum tersendiri, serta 
tidak ada riwayat lain yang bisa 
menandinginya. Oleh sebab itu, hadits Wail 
dianggap kuat. Wallahu a’lam. 
————————————————- 
II. Al Jauziyah, Ibnu Qayyim. Kitabush- 
shalah wa hukmu tarikiha (Terjamah: Rahasia 
dibalik Shalat). Penerjemah, Amir Hamzah 
Fachrudin, Kamaluddin Sa’diatulharamaini. 
Hal 213 – 216. Cetakan kesembilan. Jakarta: 
Pusaka Azzam, Agustus 2005. 
Cara Turun Rasulullah ketika Melakukan 
Sujud 
Ketika mau melakukan sujud, beliau membaca 
takbir “Allahu Akbar” dan merunduk untuk 
melakukan sujud, beliau tidak mengangkat 
tangannya dan meletakkan kedua lututnya 
sebelum kedua tangannya, sesuai dengan yang 
dikatakan Wail bin Hajar ( Abu Daud, shalat, 
838, Nasai, kitab ‘At-Tatbiq”, 2/206-207, 
At-Turmudzi, “Al-Shalat”, 268, beliau 
menganggap hadits tersebut hasan gharib, dan 
Ibnu Majjah, “Al-Iqamah”, 882) dan Anas bin 
Malik (Ad-Daruquthni, 1/345, Al-Hakim, 
1/226, dan beliau menganggap shahih hadits 
tersebut). Tetapi Ibnu Umar berkata bahwa: 
“Sesungguhnya Rasulullah SAW dalam 
melakukan sujudnya itu beliau meletakkan 
kedua tangannya terlebih dahulu, baru kedua 
lututnya.” (Ibnu Khuzaimah, 627, Al-Hakim, 
2/226 dan beliau mensahihkan hadits 
tersebut) 
Dan berbeda pula dengan hadits-hadits yang 
diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dalam 
beberapa hadits dari Nabi SAW dikatakan 
bahwa, “Apabila salah seorang kamu 
melakukan sujud, janganlah kamu berlutut 
seperti unta, letakkanlah kedua tangan terlebih 
dahulu, sebelum kedua lututnya.” (Al-Musnad, 
2/381, Abu Daud, “Al-Shalat”, 840, An- 
Nasai, kitab “At-Tatbiq”, 2/207, At- 
Turmudzi, “Al-Shalat”, 269 dan beliau 
menganggap gharib (asing) hadits tersebut). 
Diriwayatkan dari Al-Maqbari bahwa, “Apabila 
salah seorang di antara kamu melakukan sujud, 
hendaknya dimulai dengan meletakkan kedua 
lututnya sebelum kedua tangannya.” 
———————————————— 
III. Terjemah buku Shahih Shifat an-Nabi, 
Judul Bahasa Indonesia: Shalat Seperti Nabi 
Saw, Karya Hasan bin ‘Ali as-Saqqaf, 
Cetakan III, Rabi al-Awwal/April 2006, Hal. 
170 – 173, Pustaka Hidayah, Bandung 
Hal yang disunnahkan adalah turun untuk 
sujud dengan mendahulukan lutut, bukannya 
mendahulukan tangan. Hal ini didasarkan pada 
hadist dari Wa’il ibn Hujr radhiallahu ‘anhu. 
Ia berkata,”Aku melihat Rasulullah shalallahu 
‘alaihi wa salam ketika hendak sujud 
meletakkan lututnya sebelum tangannya.” (HR 
Abu Dawud I:222, HR. At Turmudzi II: 56, 
HR. Ibn Majah I:286, Ibn Khuzaimah dalam 
Shahihnya ( I:318 ) dan Ibnu Hibban dalam 
Shahihnya) 
(Untuk HR Abu Dawud jika mencari di buku 
Shahih Sunan Abu Dawud oleh Nasruddin Al 
Bani maka hadist 839 itu tidak akan 
ditemukan. Setelah hadist ke 836 langsung 
lompat ke hadist 840 dan 841. Berarti hadist 
ke 839 ini didhoifkan oleh Nasruddin Al Bani - 
red) 
Hadist tersebut Shahih. Akan tetapi ada 
sebagian orang yang berusaha melemahkan 
(mendhoifkan) hadist tersebut karena (di 
sanadnya -red) ada Syarik, meskipun usaha 
itu gagal. Sesungguhnya, orang yang 
meriwayatkan dari Syarik dalam hadist ini 
adalah Yazid bin Harun. Ia termasuk yang 
meriwayatkan dari Syarik seblum Syarik 
berubah dan mengurus al-qadhaa (pengadilan 
atau menjadi hakim) 
Al Hafidz Ibn Hibban dalam Ats-Tsiqaat 
(VI:444) , mengatakan, “Syarik pada masa 
tuanya melakukan kesalahan terhadap apa yang 
diriwayatkan. Daya hafalnya berubah. Orang 
terdahulu yang mendengar darinya adalah 
orang-orang yang mendengar lewat perantara 
(waasith) dan tidak mengandung takhlith 
(kekacauan). Mereka mendengar dari Syarikh 
lewat penengah itu, seperti Yazid bin Harun, 
Ishaq al Arzaq. Sementara mendengarakan 
hadist yang dilakukan orang-orang kemudian 
dari Syarik di Kufah itu elah mengandung 
banyak wahm (kebimbangan atau keraguan, 
kekacauan).” Demikian menurut Ibn Hibban. 
Menurut pengarang (buku Sholat seperti Nabi 
saw yaitu Hasyim bin Ali as Saqqaf): 


Tweet

Jangan sampai ketinggalan postingan-postingan terbaik dari Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits. Berlangganan melalui email sekarang juga:

Atau sobat juga bisa follow Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits dengan mengklik tombol di bawah ini:

follow mas sugeng

Artikel keren lainnya:

Blogger Templates
Ditulis oleh Islam Blog Aswaja pada tanggal Senin, 13 Januari 2014
Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda

Popular Posts

  • MAULID DHIYYA ULAMI(teks latin)
    Mawlid Ad Dhiya'ul Lami'  'Bismillahirahmanirr ahim  Ya rabbi shalli ‘ala Muhammad, habibikasy  sayfi’il musyaffa’  Ya rabbi sha...
  • Terjemahan kitab TANQIHUL QOUL syekh NAWAWI ALBANTANI
                                                          Muqoddimah بسم الله الرحمن الرحيم الحمدلله رب العالمين والعاقة للمتقين ولا عدوان إلا ...
  • TERJEMAH KITAB WASHIYATUL MUSHTOFA (Fasal. Menerangkan Tentang Wudlu dan Shalat)
    Tag: Blog Aswaja Indonesia Wahabi Syiah Salafi Sunni Ahlussunnah Wal Jamaah Habib Palsu Asli Islam Radikal Moderat Modern Tradisional Islam ...

Arsip Blog

  • ►  2017 (23)
    • ►  November (12)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (22)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (9)
    • ►  Juli (2)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2015 (87)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (7)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (13)
    • ►  Januari (19)
  • ▼  2014 (184)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (31)
    • ►  Juni (13)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (22)
    • ►  Februari (48)
    • ▼  Januari (47)
      • KHAWARIJ
      • Ulama' Salafy [Syaikh bin Jibrin] Tidak Mengingkar...
      • Akibat Mengebiri Perkataan Orang
      • Ustadz Baba Naheel [aswaja] vs Raja Saudi Tentang ...
      • Muhadatsah atawa Konferzeisyen
      • Santri NU vs Ustadz Wahabi
      • Setan Melarang Doa
      • Andai Esok Kiamat
      • Dialog al-Qur'an dan Sains Modern
      • Kenapa harus BERMADZHAB
      • Tidur dalam keadaan junub
      • TIMBULLAH FIRQOH
      • Hasyim Muzadi: Indonesia Kehilangan Ulama Negarawan
      • ISNU: Indonesia Kehilangan Ahli Fiqih Terbaik
      • Akibat Lupa Bershalawat kepada Rasulullah saw.
      • Poin-Poin ajaran wahabiyyah
      • BACA INI DAFTAR KESEMBRONOAN2 YANG DILAKUKAN ALBAN...
      • INILAH KAPASITAS KEILMUAN ALBANI MENURUT SALAH SEO...
      • Sanad keguruan Habibana Mundzir Al-musawwa
      • Penjelasan Allahu yarham habib Mundzir saat menjaw...
      • SHULTONUL QULUB
      • SYIAH & WAHABI KEMBAR SIAM
      • MEREKA KELUAR DARI MADZHAB HAMBALI
      • KAROMAH HABIBANA MUNDZIR AL MUSAWWA
      • Ringkasan Kitab Talim Mutalim Syekh Ibrahim Bin Is...
      • KITAB SAFINATUN NAJAH
      • MAULID DHIYYA ULAMI(teks latin)
      • NASHOIHUD IBAD SYEKH NAWAWI AL-BANTANI
      • TENTANG SYIAH
      • KEDUSTAAN FIRANDA
      • SUNNAH MELAFADZKAN NIAT
      • Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul h...
      • 313 NAMA-NAMA ROSUL
      • NAMA-NAMA PEJUANG AHLU BADAR
      • TUHAN WAHABI PUNYA BAYANGAN
      • Mahabbatun Nabi saw
      • Kisah Maulid
      • Membongkar fatwa menyimpang syekh albani & abdul h...
      • JANGANLAH MELUKAI HATI RASULULLAH SAW
      • KEDUSTAAN ALBANI
      • CINTA ULAMA
      • MAULID NABI SAW
      • LA ILAHA ILALLAH
      • Rahasia dakwah habibana
      • Wahabi vs ahlu sunnah
      • MAULID NABI
      • Bidah hasanah
  • ►  2013 (85)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (26)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (35)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2012 (10)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2011 (20)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (7)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2010 (45)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (8)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (6)
    • ►  Maret (7)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2009 (34)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2008 (23)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (3)
    • ►  April (7)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2007 (61)
    • ►  Desember (7)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (10)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (13)
  • ►  2006 (55)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (17)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (7)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright © 2014 Blog Aswaja Modern : Ahlussunnah Wal Jamaah Zaman Now Kembali Kepada Quran dan Hadits - Powered by Blogger
Template by Mas Sugeng - Versi Seluler