BID'AH HASANAH MENURUT 17 IMAM
BESAR AHLUSSUNAH WAL JAMA'AH
1. Imam Syafii : Bid'ah terbagi menjadi 2
bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi
al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar
(sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat
tanpa ada di antara mereka yang
mengingkarinya), perkara baru semacam ini
adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru
yang baru yang baik (hasanah) dan tidak
menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’,
maka sesuatu yang baru seperti ini tidak
tercela" (Riwayat Imam Baihaqi didalam
Manaqib Asy Syafii Juz 1 Halaman 469, Ibnu
Hajar Al Asqalaniy dalam Fath al-Bari bi
Syarah Shahih Bukhari 13/253, Sayyid Al-
Bakri Abu Bakar bin Muhammad Syatha'
Addimyatiy didalam I’anah At-Thalibin Ibn
`Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari, hal.
97. Dinukilkan oleh adz-Dzahabi dalam “Siyar”,
8/408, Ibnu Rajab dalam “Jami` al-`Ulum wal-
Hikam, 2/52-53, ).
2. Imam Ibnu Abdilbarr :Sedangkan bid’ah
yang tidak menyalahi dasar syariat dan sunnah,
maka itu sebaik-baik bid’ah.” (Al-Istidzkar,
5/152).
3. Imam Nawawi : "Bid’ah terbagi menjadi dua,
baik dan buruk.” (Tahdzibul 'Asma wal Lughot
3/20-22)
Bid’ah terbagi menjadi dua, bid’ah hasanah
(baik) dan bid’ah qabihah (buruk)”. (Tahdzib
Al-Asma’ wa al-Lughat 3/22),
4. Imam Ibnu Hajar Al Asqalani : "Apabila
bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang
dianggap baik menurut syara’, maka disebut
bid’ah hasanah. Bila masuk dalam naungan
sesuatu yang dianggap buruk menurut syara’,
maka disebut bid’ah mustaqbahah (tercela).
Dan bila tidak masuk dalam naungan keduanya,
maka menjadi bagian mubah (boleh). Dan bid’ah
itu dapat dibagi menjadi lima hukum.” (Fathul
Bari bi Syarah Shahihul Bukhari, 4/253).
5. Imam Ibnu Al Arabi : Ketahuilah bahwa
Bid‘ah itu ada dua macam: Pertama, setiap
perkara baru yang diadakan yang tidak memiliki
landasan agama, melainkan mengikut hawa
nafsu sesuka hati, ini adalah Bid’ah yang sesat.
Kedua, perkara baru yang diadakan namun
sejalan dengan apa yang sudah disepakati,
seperti yang dilakukan oleh para
Khulafa’urrasyidin dan para Imam besar, maka
hal tersebut bukanlah bid‘ah yang keji dan
tercela. Ketahuilah, sesuatu itu tidak dihukumi
bid’ah hanya karena ia baru. (Aridhat Al-
Ahwadzi Syarah Jami’ Attirmidziy 10/146-147)
6. Imam Ghazali : "Banyak sekali bid'ah yang
terpuji, seperti shalat Tarawih secara
berjama’ah, ia adalah “Bid‘ah” yang dilakukan
oleh Sayyidina`Umar RA, tetapi dipandang
sebagai Bid‘ah Hasanah. Adapun Bid’ah yang
dilarang dan tercela, ialah segala hal baru yang
bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAW
atau yang bisa merubah Sunnah itu. (Ihya
Ulumuddin 1/276)
7. Imam Al Aini : Bid’ah itu ada dua macam.
Apabila masuk dalam naungan sesuatu yang
dianggap baik oleh syara’, maka disebut bid’ah
hasanah. Dan apabila masuk di bawah naungan
sesuatu yang dianggap buruk oleh syara’, maka
disebut bid’ah tercela.” (Umdatulqoriy Syarah
al-Bukhari, Maktabah Syamilah, Juz. XVII,
Hal. 155 ).
8. Imam Ibnu Hazm : "Bid‘ah dalam agama
adalah segala hal yang datang pada kita dan
tidak disebutkan didalam al-Qur’an atau Hadits
Rasulullah SAW. Ia adalah perkara yang
sebagiannya memiliki nilai pahala, sebagaimana
yang diriwayatkan dari Sayyidina`Umar RA:
“Alangkah baiknya bid‘ah ini!.” Ia merujuk pada
semua amalan baik yang dinyatakan oleh nash
(al-Qur’an dan Hadits) secara umum, walaupun
amalan tersebut tidak ddijelaskan dalam nas
secara khusus. Namun, Di antara hal yang
baru, ada yang dicela dan tidak dibolehkan
apabila ada dalil-dalil yang melarangnya.
(Ibnu Hazm, Al Ihkam fi Usulul Ahkam 1/47)
10. Imam Izzuddin Abdissalam : "Bid’ah terbagi
menjadi lima; bid’ah wajibah, bid’ah
muharramah, bid’ah mandubah, bid’ah
makruhah dan bid’ah mubahah". (Qawa’id Al-
Ahkam fi Mashalih Al-Anam, 2/133)
11. Imam Ibnu Atsir : “Bid’ah ada dua macam;
bid’ah huda (sesuai petunjuk agama) dan bid’ah
dhalal (sesat). Maka bid’ah yang menyalahi
perintah Allah dan Rasulullah, tergolong bid’ah
tercela dan ditolak. Dan bid’ah yang berada di
bawah naungan keumuman perintah Allah dan
dorongan Allah dan Rasul-Nya, maka tergolong
bid’ah terpuji. Sedangkan bid’ah yang belum
pernah memiliki kesamaan seperti semacam
kedermawanan dan berbuat kebajikan, maka
tergolong perbuatan yang terpuji dan tidak
mungkin hal tersebut menyalahi syara’.”
(Al-Nihayah fi Gharib Al-Hadits wa Al-Atsar)
12. Imam Al-Shan’ani. : Dan ulama telah
membagi bid’ah menjadi lima
bagian.” (Subulussalam 2/48).
13. Imam Suyuthi. Mengenai hadits “Bid’ah
Dhalalah” ini bermakna “Aammun makhsush”,
(sesuatu yg umum yg ada pengecualiannya)
(Syarah Assuyuthiy Juz 3 hal 189).
14. Imam Ibnu Hajar Al Haitamiy "Adapun
Bid'ah yang didukung oleh dalil syara’ atau
qawaid syara’ maka tidak tertolak pelakunya,
bahkan amalannya diterima" (Fathul Mubin,
Al-‘Amirah As Syarfiah, Mesir, Hal. 94)
15. Imam Al Munawi : "Adapun yang ada
azhidnya yakni didukung oleh dalil atau qaidah
syara’, maka tidak tertolak bahkan amalannya
diterima .” (Al-Munawy, Faidh al-Qadir, Mausa’
Ya’qub, Juz. VI, Hal. 47, No. Hadits 8333)
16. Imam Syaukani : "maka bila ia membawa
dalil (aqlan wa syar’an) tentang Bid’ah hasanah
maka terimalah” (Naylul Awthaar Juz 2 hal
69-70).
17. Imam Qurtubi : "Barang siapa merintis
suatu amalan di dalam islam dengan amalan yg
baik,maka baginya pahala dan pahala orang-
orang yang melakukan sesudahnya, dan barang
siapa yang merintis suatu amalan didalam
islam dgn amalan yg jelek, maka baginya dosa
dan dosa orang yang melakukan sesudahnya
dengan tidak mengurangi sedikit pun, ini adalah
isyarat bahwa bidah itu ada ADA YANG
BURUK DAN ADA BID'AH HASANAH
"(Tafsir Imam Qurtubi 2/86)
Artikel keren lainnya: