Kiwir mau pangkas rambut. Ia datang ke tukang cukur langganannya di dekat rumahnya, di Depok. Ternyata tutup.
”Lagi pulang kampung, Mas,” kata penjaga toko di sebelah kios tukang cukur itu.
Berhubung rambutnya sudah panjang, Kiwir gak betah. Ia mencari ''barber shop'' lain di seputaran Jalan Margonda, dekat kampus UI. Brewoknya juga sudah awut-awutan. "Gak keren, kayak Lonardo DiCaprio," katanya dalam hati.
Tidak lama, Kiwir sudah di kursi tukang cukur. Sambil memotong rambut Kiwir, tukang cukur mengajaknya bicara. Mulailah mereka terlibat pembicaraan yang kian lama kian menghangat. Keduanya memperbincangkan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan. Hingga entah kemudian topiknya ''nyasar'' ke pembicaraan tentang masalah akhirat.
Kiwir: “Kenapa?”Tukang cukur: ”Saya tidak percaya Tuhan itu ada.”
Tukang cukur: “Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan, untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku, jika Tuhan itu ada, adakah yang sakit? Adakah anak terlantar?
Jika Tuhan ada, tidak akan ada sakit atau kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang akan membiarkan ini semua terjadi.”
Kiwir diam. Ia berpikir keras. "Bagaimana caranya agar tidak terjebak dalam debat kusir," pikir Kiwir. Seusai potong rambut itu, Kiwir pergi meninggalkan ''barber shop''.
Beberapa saat kemudian, di jalan Kiwir melihat seorang lelaki berambut panjang, tidak beraturan, kribo gimbal dan kotor. Brewoknya pun semrawut, seperti habis ditimpa puting beliung. Orang itu terlihat dekil dan tidak terawat.
Kiwir buru-buru kembali ke tempat tukang cukur dan berkata, “Kamu tahu, sebenarnya tukang cukur itu tidak ada!”
Tukang cukur tidak terima. Ia protes. ”Kamu kok bisa bilang begitu? Saya disini dan saya tukang cukur. Dan baru saja saya mencukurmu!,” tandasnya
“Tidak!,” elak Kiwir. “Tukang cukur itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang, gondrong, serta brewokan semrawut seperti orang itu,” kata si Kiwir sambil menunjuk ke arah luar.
“Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!,” sanggah tukang cukur. ”Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang ke saya,” jawab si tukang cukur membela diri.
“Cocok!,” kata Kiwir menyetujui. “Itulah masalahnya. Sama dengan Tuhan, Dia itu ada! Tapi apa yang terjadi? Orang-orang tidak mau datang kepada-Nya, dan tidak mau mencari-Nya. Maka, banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia ini,” katanya.
Tukang cukur itu terdiam seribu bahasa, sambil menundukkan kepalanya, berpikir sejenak dan lanjut mencukur konsumennya. Dan, kemungkinan besar ia sudah percaya pada Tuhan.
Artikel keren lainnya: