“Orang yang cacat saja bisa hafal Al-Qur’an. Sedangkan kalian diberi nikmat banyak oleh Allah SWT.”
Sungguh ilmu manusia amat sedikit ketika dihadapkan dengan proses penciptaan dan terjadinya makhluk oleh Allah SWT. Sejak dari Nabi Adam AS diciptakan sampai nanti hari Kiamat menjelang, tiada manusia yang tahu sudah berapa jumlah manusia diciptakan oleh Allah SWT.
Dari penciptaan itu tidak ada satu pun yang sama wajahnya. Mungkin ada kemiripan antara satu manusia dan manusia lain, tapi tetap saja berbeda, yang dalam ilmu kedokteran modern dikenal proses identifikasi dengan DNA, yang memang merupakan proses identifikasi paling shahih.
Lalu ada juga sidik jari, yang antara manusia yang satu dan manusia lain juga tidak ada yang sama.
Itulah bukti kebesaran Sang Maha Pencipta. Tapi muncul pertanyaan, dalam penciptaan manusia, mengapa tidak semua manusia lahir normal, ada yang cacat fisiknya?
Allah SWT Maha Berkehendak, Dia Yang Menciptakan makhluk sesuai dengan kehendak-Nya. Sebagai ciptaan-Nya, kita harus selalu berprasangka baik dengan apa yang Allah SWT ciptakan.
Allah SWT menciptakan seorang Ammar Bugis, yang mengalami kelumpuhan total kecuali lidah dan mata sejak usianya menginjak dua bulan.
Pemuda asal Jeddah, Arab Saudi, yang memiliki darah Indonesia ini, lahir tanggal 22 Oktober 1986 di Amerika. Nama Bugis diambil dari kakek buyutnya yang berasal dari Sulawesi. Buyut Ammar, Syaikh Abdul Muthalib Bugis, yang berasal dari Sulawesi, merantau ke Makkah dan mengajar tafsir di Masjidil Haram.
Apakah kondisi yang menimpanya membuatnya menyerah untuk menggapai prestasi seperti yang dilakukan oleh manusia normal? Tidak. Semangat hidup, daya juang, dan prestasi yang ditorehnya seharusnya membuat orang berfisik normal menjadi malu hati. Dalam bukunya Qahir Al-Mustahil (Penakluk Kemustahilan), Ammar berkisah bagaimana ia membalikkan anggapan bahwa orang cacat tidak bisa melakukan suatu pekerjaan yang oleh manusia normal sendiri pun sering sulit dilakukan.
Ammar memang lumpuh secara fisik, tapi tidak demikian tekadnya. Sehingga berulang kali ia menyampaikan, “Saya telah mendayagunakan pengalaman kesuksesan saya untuk menyelesaikan misi yang saya pikul di pundak saya, berupa cacat fisik yang sama sekali tidak pernah menjadi cacat tekad atau cacat inovasi. Karena cacat yang sesungguhnya adalah cacat tekad, cacat cita-cita, dan sikap menyerah pada keadaan, tanpa mau melawan dan membiarkan diri hidup dalam penderitaan,” tulisnya dalam buku Qahir Al-Mustahil.
Tak mengherankan, ia menjadi begitu bersemangat untuk menggapai semua yang diimpikan. Pada pendidikan di sekolah orang-orang umum, prestasinya pun membuat decak kagum. Di sekolah menengah atas, Ammar berhasil menyelesaikan pendidikan dengan nilai rata-rata 97, hampir sempurna.
Ia pun melanjutkan kuliah ke Universitas King Abdul Aziz jurusan jurnalistik. Meski banyak kalangan yang mencibir dan meragukan kemampuannya, ia berhasil menjadi nomor wahid dalam wisuda di angkatannya dengan predikat cum laude. Ia berhasil menggondol IPK 4,72 dari total nilai 5.
Sejak sebelum lulus kuliah, Ammar sudah mulai magang bekerja di sejumlah tempat. Sehingga, tak lama setelah gelar sarjana ia terima, ia langsung diterima untuk bergabung di Harian Al-Madina. Di sana, ia menjadi satu-satunya wartawan olahraga yang tidak menggunakan alat perekam. Ia mempunyai ingatan yang sangat tajam, sehingga bisa mengingat setiap detail peristiwa atau wawancara yang ia lakukan. Daya ingatnya yang luar biasa adalah salah satu karunia kelebihan yang Allah SWT berikan kepadanya.
Ia semakin dikenal publik karena tulisan dan reportasenya yang hidup, itu semua karena pekerjaannya yang dilakukan dengan sentuhan hati.
Reputasi dan integritasnya tersebut menghantarkannya terpilih menjadi juru bicara resmi untuk kalangan berkebutuhan khusus dalam Konferensi Internasional III yang diselenggarakan di Jeddah.
Setelah tampil di acara tersebut, sinarnya semakin cemerlang. Ia pun terpilih menjadi perancang acara, penulis skrip, reporter sekaligus presenter pada sebuah acara televisi di Arab Saudi tentang orang-orang berkebutuhan khusus berprestasi yang ditayangkan selama 20 episode.
Tak berhenti sampai di sana. Ammar juga aktif berbisnis melalui perdagangan valas, saham minyak bumi, hingga mendirikan warung makan. Ini membawanya pada sebuah pemahaman yang sangat brilian, ”Salah satu pengalaman terpenting yang saya dapat dalam bidang bisnis adalah pemahaman bahwa siapa pun yang ingin berhasil di dunia, baik dalam bidang bisnis maupun dalam bidang finansial, harus melakukan segala sesuatu dengan sepenuh hati, penuh keseriusan dan ketekunan,” ujarnya.
Kini, Ammar hidup dalam sebuah keluarga kecil bersama istri dan satu orang anaknya. Pada tahun 2010 silam, ia menikahi seorang janda asal Mesir beranak satu, seorang sarjana jurusan ilmu komputer yang baik hatinya. Ia telah menjanda selama sepuluh tahun dan akhirnya menerima Ammar sebagai suami dan imamnya.
Ammar berprestasi di semua jenjang pendidikan. Lulus dengan cum laude di jurusan jurnalistik dan menjadi lulusan terbaik di kampusnya, penulis dan wartawan terkenal, dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya, merupakan torehan tinta emas perjalanan hidup Ammar menaklukkan keterbatasan, yang pantas menjadi cermin dan inspirasi bagi kita semua.
Salah satu inspirasi tersebut adalah cara pandang Ammar melihat keterbatasan, “…Hidup saya dipenuhi dengan berbagai peristiwa yang saya alami agar saya dapat melampaui kekurangan fisik saya… agar saya bisa mengubah kekurangan tersebut menjadi kekuatan dan senjata yang menghantarkan saya kepada kebahagiaan.”
Ammar menyampaikan bahwa cacat sebenarnya bukan terletak pada kekurangan fisik maupun kelumpuhan jasad. ”Cacat sesungguhnya adalah cacat dalam cara berpikir. Cacat sesungguhnya adalah cacat hati,” ujar Ammar. “Cacat sesungguhnya yaitu cacat perjuangan.”
Apa yang dilakukan Ammar dan segala yang telah diraihnya semoga menjadi motivasi dan inspirasi bahwa orang-orang yang berkebutuhan khusus bisa melakukan sesuatu melampaui manusia yang fisiknya normal.
Hafal Al-Qur’an
Daya ingat Ammar yang luar biasa benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Dalam usia yang sangat belia, ia telah hafal Al-Qur’an 30 juz.
“Saya sudah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an saya ketika berumur 13 tahun. Ini membuktikan bahwa cacat yang sesungguhnya bukan cacat secara fisik. Bukan cacat secara jasad,” katanya.
Dari atas kereta dorong, Ammar pun mengajak siapa saja kaum muslimin, di mana saja berada, untuk menghafal Al-Qur’an. Dia meyakini bahwa siapa saja bisa melakukan itu dengan syarat kemauan yang kuat dan niat yang teguh karena Allah.
“Orang yang cacat saja bisa hafal Al-Qur’an. Sedangkan kalian diberi nikmat banyak oleh Allah SWT,” ujarnya.
Ya, kemauan yang kuat sekeras baja itulah yang dioptimalkan oleh Ammar Bugis. Kebanyakan orang mempunyai keinginan untuk meraih sesuatu tapi mereka tidak mempunyai semangat dan kemauan yang kuat sehingga ketika ada rintangan dan halangan langsung menyerah.
Di tengah keterbatasan Ammar, yang memerlukan orang lain untuk menyertainya, ia memberikan motivasi kepada siapa saja untuk memperjuangkan apa-apa yang menjadi cita-cita dan harapan. “Taklukkan rintangan dan halangan. Kalau jatuh, bangkit lagi. Jangan pernah menyerah, karena di balik kesulitan pasti ada kemudahan.”