Musa berkata,
ﺫَﻟِﻚَ ﻣَﺎ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺒْﻎِ ﻓَﺎﺭْﺗَﺪَّﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺁﺛَﺎﺭِﻫِﻤَﺎ ﻗَﺼَﺼﺎً
‘‘Itulah tempat yang kita cari,’ lalu keduanya
kembali mengikuti jejak mereka semula. ’ (QS.
Al-Kahfi: 64)
Setibanya mereka di batu tersebut, mereka
mendapati seorang lelaki yang tertutup kain,
lalu Musa memberi salam kepadanya
Khidir (orang itu) bertanya, ‘Berasal dari
manakah salam yang engkau ucapkan tadi?’
Musa menjawab, ‘Aku adalah Musa.’ Khidir
bertanya, ‘Musa yang dari Bani Israil?’ Musa
menjawab, ‘Benar!’
ﻫَﻞْ ﺃَﺗَّﺒِﻌُﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﺃَﻥ ﺗُﻌَﻠِّﻤَﻦِ ﻣِﻤَّﺎ ﻋُﻠِّﻤْﺖَ ﺭُﺷْﺪ . ﻗَﺎﻝَ ﺇِﻧَّﻚَ
ﻟَﻦ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴﻊَ ﻣَﻌِﻲَ ﺻَﺒْﺮﺍً
‘‘Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu
mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di
antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?’ Dia menjawab, ‘Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar
bersamaku.’ ‘ (QS. Al-Kahfi: 66–67)
Khidir berkata, ‘Wahai Musa, aku ini
mengetahui suatu ilmu dari Allah yang hanya
Dia ajarkan kepadaku saja. Kamu tidak
mengetahuinya. Sedangkan engkau juga
mempunyai ilmu yang hanya diajarkan Allah
kepadamu saja, yang aku tidak mengetahuinya.’
Musa berkata,
ﺳَﺘَﺠِﺪُﻧِﻲ ﺇِﻥ ﺷَﺎﺀ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺻَﺎﺑِﺮﺍً ﻭَﻟَﺎ ﺃَﻋْﺼِﻲ ﻟَﻚَ ﺃَﻣْﺮﺍً
‘Insya Allah, kamu akan mendapati aku
sebagai seorang yang sabar dan aku tidak akan
menentangmu dalam suatu urusan pun .’ (QS.
Al-Kahfi: 69)
Kemudian, keduanya berjalan di tepi laut.
Tiba-tiba lewat sebuah perahu. Mereka
berbincang-bincang dengan para penumpang
kapal tersebut agar berkenan membawa serta
mereka. Akhirnya, mereka mengenali Khidhir,
lalu penumpang kapal itu membawa keduanya
tanpa diminta upah.
Tiba-tiba, seekor burung hinggap di tepi
perahu itu, ia mematuk (meminum) seteguk
atau dua kali teguk air laut. Kemudian, Khidhir
memberitahu Musa, ‘Wahai Musa, ilmuku dan
ilmumu tidak sebanding dengan ilmu Allah,
kecuali seperti paruh burung yang meminum
air laut tadi!’
Khidhir lalu menuju salah satu papan perahu,
kemudian Khidhir melubanginya. Melihat
kejanggalan ini Musa bertanya, ‘Penumpang
kapal ini telah bersedia membawa serta kita
tanpa memungut upah, tetapi mengapa engkau
sengaja melubangi kapal mereka? Apakah
engkau lakukan itu dengan maksud
menenggelamkan penumpangnya?’
Khidhir menjawab,
ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻟَﻢْ ﺃَﻗُﻞْ ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻦ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴﻊَ ﻣَﻌِﻲَ ﺻَﺒْﺮﺍً . ﻗَﺎﻝَ ﻟَﺎ
ﺗُﺆَﺍﺧِﺬْﻧِﻲ ﺑِﻤَﺎ ﻧَﺴِﻴﺖُ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺮْﻫِﻘْﻨِﻲ ﻣِﻦْ ﺃَﻣْﺮِﻱ ﻋُﺴْﺮﺍً
‘Bukankah aku telah berkata, ‘Sesungguhnya
kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku.’
Musa berkata, ‘Janganlah kamu menghukum
aku karena kelupaanku.’’ (QS. Al-Kahfi: 72–
73)
Itulah sesuatu yang pertama kali dilupakan
Musa, kemudian keduanya melanjutkan
perjalanan. Keduanya bertemu dengan seorang
anak laki-laki sedang bermain bersama kawan-
kawannya. Tiba-tiba Khidhir menarik rambut
anak itu dan membunuhnya.
Melihat kejadian aneh ini, Musa bertanya,
ﺃَﻗَﺘَﻠْﺖَ ﻧَﻔْﺴﺎً ﺯَﻛِﻴَّﺔً ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻧَﻔْﺲٍ ﻟَّﻘَﺪْ ﺟِﺌْﺖَ ﺷَﻴْﺌﺎً ﻧُّﻜْﺮﺍً
‘Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih,
bukan karena dia membunuh orang lain?
Sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu
yang mungkar.’ (QS. Al-Kahfi: 74)
Khidhir menjawab,
ﺃَﻟَﻢْ ﺃَﻗُﻞ ﻟَّﻚَ ﺇِﻧَّﻚَ ﻟَﻦ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻴﻊَ ﻣَﻌِﻲ ﺻَﺒْﺮﺍً
‘Bukankah sudah aku katakan kepadamu bahwa
sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar
bersamaku? ’ (QS. Al-Kahfi: 75)
Maka, keduanya berjalan. Hingga tatkala
keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk
negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka. Kemudian keduanya
mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah
yang hampir roboh.
ﻓَﺄَﻗَﺎﻣَﻪُ ﻗَﺎﻝَ ﻟَﻮْ ﺷِﺌْﺖَ ﻟَﺎﺗَّﺨَﺬْﺕَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﺟْﺮ . ﻗَﺎﻝَ ﻫَﺬَﺍ ﻓِﺮَﺍﻕُ
ﺑَﻴْﻨِﻲ ﻭَﺑَﻴْﻨِﻚَ ﺳَﺄُﻧَﺒِّﺌُﻚَ ﺑِﺘَﺄْﻭِﻳﻞِ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﺗَﺴْﺘَﻄِﻊ ﻋَّﻠَﻴْﻪِ ﺻَﺒْﺮﺍً
‘Khidhir berkata bahwa, melalui tangannya, dia
menegakkan dinding itu. Musa berkata, ‘Jikalau
kamu mau, niscaya kamu mengambil upah
untuk itu.’ Khidhir berkata, ‘Inilah perpisahan
antara aku dengan kamu.’ ‘ (QS. Al-Kahfi: 77–
78).
Semoga Allah menganugerahkan rahmat kepada
Musa ‘alaihis salam . Tentu, kita sangat
menginginkan sekiranya Musa dapat bersabar
sehingga kita memperoleh cerita tentang urusan
keduanya.” (HR. Al-Bukhari no. 122 dan
Muslim no. 2380)
Adab bergaul
Jika engkau mempunyai kedua orang tua, maka
adab seorang anak kepada kedua orang tuanya
adalah memerhatikan ucapan mereka, berdiri
manakala mereka berdiri, mengerjakan perintah
mereka, tidak berjalan di depan mereka, tidak
meninggikan suara di atas suara mereka,
menyambut panggilan mereka, mencari rida me
reka, merendahkan diri di hadapan mereka,
tidak mengungkit-ngungkit amal bakti yang
telah dilakukan kepada mereka, tidak menatap
mereka secara tajam, tidak bermuka masam
kepada mereka, dan tidak pergi kecuali dengan
izin mereka.
Ketahuilah! Setelah itu manusia terbagi atas
tiga kelompok: sebagai teman, sebagai kenalan,
atau sebagai orang awam (orang bodoh).
1. Bergaul Dengan Orang Awam (Bodoh)
Jika engkau kebetulan bertemu dengan orang
bodoh, maka hendaknya engkau tidak ikut serta
dalam pembicaraan mereka, mengabaikan
ucapan-ucapan dusta mereka, tidak
memperhatikan ucapan-ucapan buruk mereka,
berusaha untuk tidak sering bertemu dan
butuh pada mereka, mengingatkan perbuatan
mungkar mereka secara lemah lembut, serta
memberikan nasihat manakala diharapkan bisa
mereka terima.
2. Bergaul dengan Saudara atau Teman
Sedangkan terhadap saudara dan teman, ada
dua tugas yang harus kau perhatikan:
Tugas pertama,
Terlebih dahulu engkau harus melihat kriteria
orang yang bisa dijadikan sahabat atau teman.
Jangan engkau bersahabat kecuali dengan orang
yang benar-benar layak dijadikan saudara atau
sahabat. Rasulullah Saw. bersabda,
"Seseorang bergantung pada agama teman
karibnya. Oleh karena itu, hendaknya kalian
memperhatikan siapa yang harus dijadikan
teman karib." Manakala engkau ingin mencari
teman yang bisa menyertaimu dalam belajar
serta bisa menemanimu dalam urusan agama
dan dunia, perhatikan lima hal berikut ini:
1. Akal . Tidak ada untungnya bergaul dengan
orang bodoh karena bisa berakhir kepada
kemalangan dan terputusnya hubungan.
Paling-paling mereka hanya akan memberikan
mudarat kepadamu serta ingin
memanfaatkanmu. Musuh yang pandai lebih
baik daripada teman yang bodoh. Imam Ali
r.a. berkata:
Janganlah engkau bergaul dengan orang
bodoh
Hendaknya kau betul-betul menghindarinya
Betapa banyak orang bodoh yang
menghancurkan
si penyabar ketika ia menginginkannya
Seseorang diukur dengan orang lain
di mana orang itu mengikutinya
Seperti sepasang sendal yang sama
di mana sendal itu menyerupainya
Sesuatu dan yang lain
mempunyai ukuran dan kemiripan
Hati yang satu menjadi petunjuk
bagi hati yang lain ketika berjumpa
2. Akhlak Yang Baik. Jangan engkau
bersahabat dengan orang yang buruk
akhlaknya. Yaitu, orang yang tak bisa menahan
diri ketika muncul amarah dan syahwat.
Alqarnah al-'Atharidi rahimahullah, dalam
wasiatnya kepada putranya manakala akan
wafat, telah mengungkapkan hal itu, “Wahai
anakku, jika engkau ingin bergaul dengan
manusia, bergaullah dengan orang yang jika
kau layani dia menjagarnu, jika kau temani dia
membaguskanmu. Bersahabatlah dengan orang
yang jika engkau ulurkan tanganmu untuk
kebaikan ia juga mengulurkannya, jika melihat
kebaikanmu ia mengingatnya, dan jika melihat
keburukanmu ia meluruskannya.
Bersahabatlah dengan orang yang jika engkau
mengungkapkan sesuatu, ia membenarkan
ucapanmu itu, jika engkau mengusahakan
sesuatu ia membantu dan menolongmu, serta
jika kalian berselisih dalam sebuah persoalan
ia mengalah padamu." Imam Ali r.a.
mengungkapkan syair rajaznya:
Sesungguhnya saudaramu adalah yang ada
bersamamu,
yang membiarkan dirinya menderita demi
kepentinganmu,
Dan yang jika bingung dia menjelaskannya
padamu
Dia rusak integritas dirinya untuk
mengumpulkan dirimu
3. Baik Dan Saleh . Jangan engkau bersahabat
dengan orang fasik yang selalu berbuat
maksiat besar. Karena, orang yang takut
kepada Allah tak akan terus berbuat maksiat
besar. Engkau tak akan aman dari bencana
yang ditimbulkan oleh orang yang berbuat
maksiat besar itu. Ia akan selalu berubah-
rubah sikap sesuai dengan kondisi dan
kepentingan. Allah Swt. berfirman, "Jangan
engkau ikuti orang yang Kami lalaikan hatinya
dari berzikir kepada Kami dan mengikuti hawa
nafsunya. Orang itu telah betul-betul
melampaui batas" (Q.S. al-Kahfi: 28).
Hindarilah bergaul dengan orang fasik. Sebab,
selalu menyaksikan kefasikan dan maksiat
akan membuatmu toleran dan meremehkan
maksiat. Karena itu, hatimu akan memandang
remeh masalah gibah. Seandainya mereka
melihat cincin emas atau pakaian sutera yang
dipergunakan seorang fakih, mereka akan
sangat mengingkarinya. Padahal, gibah lebih
hebat daripada itu.
4. Tidak Tamak terhadap Dunia . Bergaul
dengan orang yang tamak terhadap dunia
merupakan racun yang membunuh. Sebab,
kecenderungan untuk meniru sudah menjadi
hukum alam. Sebuah tabiat bisa mencuri tabiat
lainnya tanpa disadari. Dengan demikian,
berteman dengan orang tamak bisa membuatmu
lebih tamak, sebaliknya berteman dengan orang
zuhud bisa membuatmu lebih zuhud.