Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Din Syamsuddin menyatakan, dirinya adalah bagian dari NU. “Saya sejak kecil berkultur NU karena Bapak saya itu NU, sebab itu saya dulu disekolahkan di SD NU, SMP NU, dan SMA NU hingga saya menjadi Ketua IPNU di Sumbawa,” ujar Din.
Ia berbicara dalam Rakernas dan Mukernas Muslimat NU di Gedung Serba Guna 1 Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Jumat (30/5). Ia diundang dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum MUI menggantikan Kiai Sahal Mahfudh, namun ia tidak bisa mengelak bahwa ia adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah yang pernah aktif di NU.
“Sekarang saya sudah terlanjur pindah ke Muhammadiyyah, jadi mohon direlakan. Dan kalau suatu waktu saya kembali ke NU, mohon diterima. Kalau bahasa perkawinannya mungkin rujuk,” ujar Din, disambut tawa para peserta Rakernas.
Kata Din, di Muhammadiyyah, dia telah menjabat ketua umum selama dua periode, sehingga tak mungkin mencalonkan diri kembali. Karena itu memungkinkan bagi dia untuk kembali aktif di NU.
“Saya sudah dua periode dan tak bisa mencalonkan lagi, kalau di Muktamar NU nanti saya kembali ke NU harap diterima. Saya bersedia kalau jadi penasihat Muslimat NU,” katanya berseloroh lagi.
Dalam kesempatan itu ia secara pribadi menginginkan kedua ormas Islam terbesar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah dapat bersatu. Karena, menurutnya, maju mundurnya Negara ini tergantung maju mundurnya umat Islam di Indonesia.
“Hal ini mengingat secara historis, umat Islam ikut andil dalam pendirian Negara ini dan secara demografis, penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa ada dua komponen kemajuan yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945. “Pertama, memajukan kesejahteraan umum, dan kedua mencerdaskan kehidupan bangsa,” terang Din.
Pleno XI ini dihadiri tak kurang dari 500 peserta Rakernas dan Mukernas Muslimat NU yang dilanjutkan dengan tanya jawab dengan dimoderatori langsung oleh Ketua Umum Muslimat NU Hj Khofifah Indar Parawansa dengan Hj Arifa Agustina sebagai notulen. Pleno ini merupakan Pleno panel dengan narasumber sebelumnya, mustasyar PBNU HM Jusuf Kalla.