Dini hari, ketika nyenyak tidur, ponsel berdering nyaring. Ketika saya lihat, muncul nama Kang Rahmat, putra Ajengan Syatibi, guru saya di pesantren. Beberapa saat, saya tak berani mengangkatnya. Di sisi lain, muncul tanya, ada apa gerangan?
Antara aneh dan penasaran, saya angkat telepon itu dengan sedikit gemetar karena jarang sekali kontak-kontakan dengannya.
“Assalamu ‘alaikum, bagaimana kabarnya?” tanya saya dengan merendahkan suara dan membuang kesan ngantuk.
Tapi dia tak menjawab salam dan kabar saya. Malah tanya balik.
“Apa bedanya korma dan Komar?”
Jantung saya hampir copot saat mendengar pertanyaan yang tak terduga tersebut. Seketika kantuk saya raib. Seumpama diguyur es. Seketika itu pula saya memeras otak untuk menjawabnya.
“Wah, tak tahu, Kang.”
“Serius tak tahu?”
“Iya.”
“Korma itu bijinya satu. Kalau Komar bijinya dua.”
“Tut..tut..tut..” suara telepon ditutup di seberang.
Artikel keren lainnya: