Cinta adalah fitrah, karunia Allah yang diberikan kepada setiap manusia. Cinta adalah perasaan suci yang lahir dari dalam hati manusia, baik itu cinta kepada lawan jenis, sesama mahluk-Nya dan yang pasti cinta manusia pada Sang Pencipta.
Namun, seiring berlalunya waktu dan masuknya era modernisasi, cinta manusia yang suci mulai tergerus oleh yang namanya nafsu. Cinta yang suci pada-Nya tergerus oleh cinta pada sesama ciptaan-Nya (lawan jenis). Cinta yang suci tergerus kesuciannya akibat kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai cinta itu sendiri.
Menyukai dan mencintai lawan jenis adalah fitrah dalam Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 14 di sebutkan “Dijadikanlah indah pada (pandangan manusia kecintaan pada apa-apa yang diinginkan, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga).
.Ada peribahasa, dari mata turun kehati. Ketika mata melihat sesuatu yang sesuai dengan keinginan maka sama seperti magnet yang terkena logam besi, langsung menempel. Proses ketika melihat sesuatu yang disenangi berhubungan dengan suka lawan jenis adalah sebagai berikut :
1. Melihat sesuatu yang disenangi (lawan jenis) langsung menyebabkan tubuh bereaksi karena memang testosteron yang selalu mengalir dalam darah.
2. Ketika mendapat tanggapan (balasan tatapan mata atau ungkapan yang lainnya yang bisa memicu perubahan fisik lainnya), otak, baik pada perempuan dan lelaki melepaskan dopamin (hormon yang menyebabkan rasa enak) dengan cepat.
3. Adrenalin mengalir ke seluruh tubuh kita dengan mengalirkan daraha dari perut, memberikan kita perasaan gejolak di perut dan rasa amat tegang
4. Akhirnya darah mengalir ke bibir dan organ-organ seksual.
Inilah ciri khas yang tampak ketika seseorang mulai tertarik pada lawan jenis secara biologis. Setiap manusia yang mengalami proses tersebut hampir pasti diakhiri dengan adanya nafsu, maka Allah memerintahkan umatnya untuk menjaga pandangan, menjaga hati dan menjaga badannya dari hal-hal yang mendatangkan nafsu syahwat. Menikah adalah satu-satunya jalan yang Allah ridoi untuk mengatasi nafsu syahwat kita.
Sebetulnya ada yang lebih bahaya dan lebih sulit untuk dikendalikan dalam masalah perzinaan yaitu zina hati. Allah menciptakan hati itu hanya untuk mengingat Allah tidak boleh hati itu untuk mengingat sesuatu selain Allah. Jika kita memikirkan orang tua itu adalah karena perintah Allah, jika kita memikirkan sekolah, itu adalah karena perintah Allah, jika kita memikirkan rezeki itu adalah karena Allah memerintahkannya untuk menjemput rezeki dan karunia-Nya. Jadi ketika kita memikirkan sesuatu tidak boleh sesuatu itu didasarkan karena popularitas, uang, pujian dan nafsu yang tanpa alasan Syar’i.
Ibnu Taimyah berkata, “Jika seseorang memikirkan sesuatu hingga membuatnya lupa pada Allah maka seakan-akan ia telah memiliki Tuhan yang baru.”
Pernah, saya membaca satu artikel tentang bagaimana cara kita mencintai orang yang belum halal bagi kita. Caranya adalah dengan mencintainya dalam diam. Sebagaimana kita berbincang dan bercinta denganNya.Yang dilakukan dengan diam. Lewat hening malam hingga dapat menyentuh kebeningan. Cintai dia dalam diam. Dalam setiap kalam cinta yang tak pernah bisa dilukiskan. Jaga hati, dengan diam. Karena diam adalah bukti kecintaan kita padanya. Memuliakannya, tidak mengajaknya menuruti nafsu syetan. Dan tak pernah berusaha untuk menjadi cinta yang utama baginya. Karena cinta-Nya berada jauh di atas semua itu. Kita semua sama-sama mencintaiNya, bukan?
Masih ingat tentang kisah Fatimah dan Ali? Keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan. Tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah. Karena dalam diam itulah tersimpan kekuatan, kekuatan akan sebuah harapan. Hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cinta dalam diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata. Bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap padaNya?
Karena diam adalah cara mencintai karenaNya, berharap hal itu lebih memelihara kesucian hati kita dan hatinya setelahnya. Dan jika memang mencintainya dalam diam itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, biarkan ia tetap diam. Jika diam memang bukan milikmu, Allah akan menghapus ‘cinta dalam diam’ itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat. Seiring berlalunya waktu, biarkan mencintai dalam diammu menjadi memori tersendiri di sudut hati ini, menjadi rahasia antara aku dengan Sang Pemilik hati.
Kita belajar mencintainya dalam diam dengan keimanan. Berharap agar dapat menjaga rasa malu kita dan memelihara kesucian hatinya. Inilah cara mencintai karenaNya, diam dan tak pernah terucap. Hingga di ujung lidah yang lunak bahkan tak pernah terlukiskan oleh aktifitas yang dapat engkau lihat. Berharap menjadi Fatimah yang tak pernah sekalipun mengungkapkan. Dan membawamu menjadi Ali Bin Abi Thalib yang tak pernah sekalipun mengecewakan apalagi menduakan.
Begitulah seharusnya kita mencintai lawanjenis, tanpa membuat kita dan dia yang kita suka menjadi penikmat dosa.
Terakhir, untuk kita semua. Sukailah sesuatu karena Allah, gemari sesuatu karena Allah, Mencintailah hanya karena Allah, menikahlah hanya untuk mendapat rido Allah. Libatkan Allah dalam setiap apa yang ada dalam hati kita.